Kamis, 31 Agustus 2017

Syahadatain

II. KANDUNGAN SYAHADAT

Kalimat Syahadat memiliki kandungan makna yang sangat dalam, sehingga bagi mereka yang benar-benar memahami dan melaksanakan dalam kehidupannya sehari-hari, tidak pernah merasa gentar dan takut terhadap tekanan apapun untuk menggoyahkan keyakinannya (keimanannya).

Dan harus dipahami secara mendalam, bahwa kalimat Syahadat ini merupakan pondasi dari keimanan seseorang, artinya pondasi yang terbangun haruslah kokoh, sehingga bangunan ke-Islam-an pun menjadi kokoh dan tidak mudah runtuh walaupun berbagai goncangan menimpa secara betubi-tubi.

Seperti yang dialami sahabat Nabi yang bernama Habib. Sebagai seorang Mukmin, ia tidak pernah takut menghadapi siksaan apa pun yang menimpa dirinya, bahkan nyawa sekali pun dijadikan sebagai taruhannya. Untuk mempertahankan dua kalimat syahadat, Habib rela mengalami siksaan hingga tubuhnya dipotong-potong  oleh Musailamah, seorang kafir Quraisy yang kejam.

Bukan hanya Habib yang telah mengokohkan pondasi keimanannya, sahabat lain yang juga mengalami hal yang sama adalah Bilal bin Rabah, yang begitu yakin akan kebenaran dua kalimat Syahadat, sehingga ia pun tahan dari siksaan, misalnya disaat tubuhnya ditindih oleh batu besar di tengah terik matahari. Dan masih banyak lagi sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang mengalami penyiksaan untuk mempertahankan syahadatain.

Keberanian mereka dalam mempertahankan dua kalimat syahadat disebabkan oleh kandungan maknanya yang amat dalam.  Dan mereka sangat memahami makna syahadatain dengan sebenar-benarnya. Tidak hanya dalam konteks kalimat yang diucapkan, tapi jauh lebih dalam lagi, yakni dalam konteks kebenaran yang tertanam dalam hati.

Sebaliknya, mayoritas umat Islam di penghujung zaman ini, ternyata hanya bisa memahami Syahadatain sebatas ikrar saja. Misalnya, seseorang yang ingin masuk ke dalam agama Islam, maka ia wajib bersyahadat. Atau hanya diucapkan ketika shalat, adzan, atau nikah. Di luar itu semua, Syahadat tak ubahnya sebagai assesories pakaian, yang dipakai hanya pada hari-hari tertentu, selebihnya tidak pernah mewarnai kehidupannya. Inilah yang disebut dengan pemahaman dangkal, dan hal itu terjadi pada kebanyakan manusia saat ini.

Untuk itulah, maka kita sangat perlu memahami kalimat Syahadat, yakni dengan memahami kandungan yang ada di dalamnya. Kandungan yang dimaksud adalah; Ikrar, Sumpah dan Janji

3. IKRAR (AL-IQRAAR) – الاٍِْقْرَارُ
Ikrar (iqrar) adalah suatu pernyataan seseorang mengenai apa yang diyakininya. Artinya, Syahadat merupakan sebuah ikrar tentang Laa ilaaha illallah. Pernyataan yang sangat kuat, karena mendapat jaminan dan dukungan langsung dari  Allah SWT, Malaikat, dan para Nabi serta orang-orang yang beriman.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,

Syahidallahu annahu laa ilaaha illa huwa walmalaa-ikatu wa ulul’ilmi qoo-iman bil-qisthi laa ilaaha illa huwal-‘azizul-hakiim

Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Ali-Imran: 18).

 

Dalam hadits yang diriwayatkan Anas;
”Nabi SAW bersabda, ”akan terbebas dari apai neraka bagi siapa yang mengikrarkan Laa Ilaaha Illallah…,” (HR: Bukhari)

Ketika kita telah mengikrarkan kalimat Syahadat, maka sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita ikrarkan itu.
Perlu kita ketahui, sebenarnya semua manusia (entah itu Muslim maupun Kafir) pada dasarnya sudah berikrar bahwa Allah adalah Rabbnya. Ikrar tersebut dilakukan ketika masih berada di alam kandungan. Menurut sebagian ulama, termasuk Imam Ghazali, kesaksian ini terjadi ketika di alam Azali, yakni sebuah alam dimana seluruh jiwa manusia berkumpul sebelum terlahir ke dunia.

Dan, Allah SWT meminta kesaksian tersebut dari jiwa-jiwa manusia yang akan dilahirkan ke dunia. Ini dilakukan, agar di hari kiamat nanti tidak ada lagi manusia yang mengatakan bahwa dirinya belum pernah tahu akan halnya keesaan Allah. Ini yang dinamakan dengan ikrar tentang Rububiyatullah (Allah sebagai Rabb).

Namun kebanyakan manusia lupa akan hal ini. Untuk itu Allah mengingatkan kita melalui firman-Nya;

Wa-iz akhoza robbuka min-banii aadama min-zhuhuurihim zurriyatahum wa-asyhadahum ‘ala anfusihim alastu birobbikum qooluu balaa syahidnaa an-taquuluu yaumal-qiyaamati innaa kunnaa ‘an hazaa goofiliin

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhan (Rabb) mu?  Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (keesaan Tuhan)’.” (QS: Al-A’raf: 172)

Selain ikrar Laa ilaha illallah, di dalam Syahadatain juga terdapat ikrar yang  bertalian dengan pengakuan kita terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah (Muhammadurrasulullah). Bahkan, Nabi-nabi terdahulu pun mengikrarkan diri, mengakui kerasulan Muhammad SAW, meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Muhammad SAW.

Allah SWT berfirman,  

Waidz akhozallahu miitsaaqon-nabiyiina lamaa aataytukum minkitaabin-wahikmatin-tsumma jaa-akum rosuulun-mushoddiqun-limaa ma’akum litu-minunna bihi wal-tanshurunahu qoola aqrortum wa-akhoztum ’alaa zaalikum ishrii qooluu aqrorna qoola fasyhaduu wa-anaa ma’akum minasysyaahidiin

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: Sesungguhnya, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Allah berfirman, “Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (QS: Ali-Imran: 81).

4. SUMPAH (AL-QASAM) – الْقَسَمُ
Syahadat juga bermakna sumpah. Bagi siapapun yang sudah bersumpah, maka baginya harus selalu siap menerima akibat dan resiko apapun selama ia berada dalam sumpahnya tersebut. Artinya, seorang muslim harus siap dan bertanggung jawab dalam menegakkan Dienul Islam, termasuk seluruh ajaran-ajarannya. Bagi mereka yang melakukan pelanggaran terhadap sumpah ini, maka gelar yang layak disandangnya adalah kemunafikan, dan Allah akan menempatkan orang munafik di dalam neraka jahanam.

Allah SWT telah menggambarkan ciri-ciri orang munafik, misalnya ada di antara mereka yang menyatakan Syahadat secara berlebihan, padahal mereka hanya pendusta. Allah SWT berfirman;

Idzaa jaa-akal-munaafikuuna qooluu nasyhadu innaka larasuulullahi wallahu ya’lamu innaka larosuuluhu wallahu yasyhadu innal-munaafiqiina lakaazibuunat-takhozuu aymaanahum junnataan fashodduu ’an- sabiilillahi innahum saa-a maa kaanu ya’maluun

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-Munafiqun: 1-2)

Seperti itulah gambaran orang-orang munafik. Mereka sepertinya telah beriman, padahal di balik pengakuannya itu, mereka adalah orang-orang yang telah nyata-nyata berpaling. Orang-orang seperti ini amatlah berbahaya, karena mereka adalah musuh dalam selimut.

Lalu, bagaimana kita mengetahui cirri-ciri dari golongan orang-orang yang melanggar sumpahnya (Syahadat). Ada beberapa ciri yang melekat dalam diri mereka, dan jika kita perhatikan dengan seksama, akan jelas terlihat. Ciri tersebut antara lain;

1.      Memberikan wala’ (kesetiaan/loyalitas) kepada orang-orang kafir

2.      Tidak segan-segan memperolok-olok ayat-ayat Allah SWT

3.      Selalu mencari kesempatan dalam kesempitan kaum Muslimin

4.      Menunggu-nunggu kesalahan dan kelengahan kaum Muslimin

5.      Bersikap malas dan ogah-ogahan dalam menjalankan shalat

6.      Tidak punya pendirian (membunglon).

Sebaliknya, bagi setiap mukmin yang selalu berpegang teguh terhadap sumpahnya, tidak akan memiliki sifat-sifat tersebut. Bahkan akan terhindar dari sifat yang tidak terpuji seperti itu.

5. JANJI (AL-MIITSAAQ) – الْمِيْثَاقً
Syahadat juga bermakna janji (miitsaaq). Setiap orang yang sudah menyatakan kalimat Syahadat berarti sudah berjanji untuk setia mendengar dan taat (sami’na wa atha’na) terhadap semua perintah Allah SWT dalam keadaan apapun. Perintah di sini adalah seluruh kandungan kitabullah (Al Qur’an) maupun Sunnah Rasul.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,

Wazkuruu ni’matallahi ’alaikum wamiitsaaqahulladzii watsqokum bihi idz wuntum sami’naa wa’atho’naa wa-tta qullaaha innallaha ’aliim bizaatishshuduur

“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan, ’Kami dengar dan kami ta’ati’. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati (mu).” (QS: Al-Maidah : 7)

Ketika seseorang mengucapkan dua kalimat Syahadat, artinya dia telah berjanji. Janji yang tidak hanya sekedar janji, tapi harus didasari dengan iman yang sebenar-benarnya, yaitu iman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar baik maupun buruk.

Allah SWT berfirman:

Aamanarrosuulu bimaa anzala ilaihi min-robbihi wal-mu’minuuna kullun-aama billahi wamalaa-ikatihi wakutubihi warurulihi laa nufarrikqu baina ahadin-min-rosulihi wa qooluu sami’na wa’atho’naa gufroonaka robbanaa wailaikal-mashiir

Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at.” (mereka berdo’a): “Ampunilah kami, Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS: Al Baqarah: 285).

Sudah menjadi satu keharusan bahwa janji harus ditepati. Sebab, jika terjadi pelanggaran terhadap janjinya, maka Allah SWT akan melaknatnya. Dalam hal ini, kita dapat mengambil pelajaran dari kisah orang-orang Yahudi. Mereka adalah kaum yang tidak pernah menepati janjinya. Selalu ingkar terhadap janji-janjinya. Karena, setiap perjanjian yang mereka ucapkan selalu saja dilanggar. Sehingga Allah SWT pun melaknatnya.

Dalam hal ini, kaum Yahudi merupakan umat yang bertolak punggung dengan kaum Muslimin. Kaum Muslimin akan selalu mengucapkan ‘kami mendengar dan kami taat’, sebaliknya kaum Yahudi justru mengatakan, ‘kami mendengarkan tetapi tidak menaati.’

Mengenai kasus tersebut, Allah SWT telah mengingatkan dalam firman-Nya:

Waidz akhoznaa miitsaaqokum warafa’naa faoqokumuttuur khuzuu maa aatainaakum biquwatin-wasma’uu qooluu sami’naa wa’ashoynaa waasyrobuu fii quluubihimu-‘ijla bikufrihim qul bi’samaa ya’murukum bihi iimaanukum inkuntum mu’miniin

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah. Mereka menjawab, “Kami mendengar tetapi tidak menaati.” Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi, karena kekafirannya. Katakanlah, “Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah: 93).

Di sini tampak jelas bahwa kaum Yahudi merupakan kelompok manusia yang dzalim. Perbuatan dzalim yang mereka lakukan adalah penyembahan terhadap anak sapi yang jelas-jelas telah menyekutukan Allah Yang Maha Esa dengan benda yang sama sekali tidak mendatangkan manfaat maupun mudharat. Mereka juga melakukan tindakan membunuh Nabi-nabi dan selalu mengingkari janji.

Kamis, 17 Agustus 2017

11 Ciri Ciri Wali


Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah swt. 

Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: 

"Ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:" Allah berfirman: "Sesungguhnya hamba-hambaKu, wali-waliku adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingatKu dan Akupun mengingai mereka." 

Dari Said ra, ia berkata: 

"Ketika Rasulullah saw ditanya:" Siapa wali-wali Allah? "Maka beliau bersabda:" Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah. " 

2.

Jika mereka tidak ada, tidak pernah orang mencarinya. 

Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya:

10 Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nu'aim dalam Hilya jilid I hal. 6 

Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya 'dan Abu Nu'aim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6). 

"Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu'adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata:" Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu'adz? "Kata Mu'adz:" Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: " orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. mereka adalah para imam petunjuk dan para pelita ilmu. " 

3
Mereka bertakwa kepada Allah. 

Allah swt berfirman: 

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa .. Dan bagi mereka diberi kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat "13 

Abul Hasan As Sadzili pernah berkata:" tanda-tanda kewalian seseorang adalah ridha dengan qadha, sabar dengan cobaan, bertawakkal dan kembali kepada Allah ketika ditimpa bencana. " 

4

Mereka saling menyayangi dengan sesamanya. 

Dari Umar Ibnul Khattab ra berkata: 

Hadis riwayat Nasa'i, Al Bazzar dan Abu Nu'aim di dalam Al Hilyah jilid I hal. 6 

Surah Yunus: 62 - 64 

Hadisriwayat.Al Mafakhiril 'Aliyah hal 104 

"Rasulullah saw bersabda:" Sesungguhnya sebagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak termasuk dalam golongan para nabi dan para martir, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan posisi seperti posisi mereka di sisi Allah. "Tanya seorang:" Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal-amal mereka? "Sabda beliau:" mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah maupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah. "Kemudian Rasulullah saw membacakan firman Allah yang artinya:" Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. " 

mereka selalu sabar, wara 'dan berbudi pekerti yang baik. 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa" Rasulullah saw bersabda: 

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Al Hilya jilid I, hal 5 

"Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, yaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara 'dan berbudi luhur kepada orang lain. " 
Rasulullah saw bersabda: "Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan ridha Allah. mereka tinggalkan rezeki yang halal karena akan amanahnya. mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan tubuh mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka. " Kemudian Rasulullah saw menangis karena rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: "Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari pelaksanaan atas mereka, maka ia akan menemukan siksa yang berat." 

6. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana. 

Dari Ibnu Umar ra, katanya: 

"Rasulullah saw bersabda:" Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang diberi makan dengan rahmat dan diberi hidup dalam afiyahNya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam surga-. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang. " 

Referensi: - 

Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya ' 

Hadis riwayat Abu Hu'aim dalam kitab Al Hilya 

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6 

Hati mereka selalu terkait kepada Allah.

Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha'i: "Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya .. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agama-Nya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da'i kepada agama-Nya yang lurus. Sungguh , betapa rindunya aku kepada mereka. " 

8. Mereka senang bermunajat di akhir malam. 
Imam Ghazali menyebutkan: "Allah pernah mewahyukan kepada para siddiq:" Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingatiKu dan memandangku dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. "Tanya seorang siddiq:" Ya Allah, apa tanda-tanda mereka? "Firman Allah:" Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam shalatnya. Mereka merendahkan dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengeluh dan memohon kepadaKu. Mereka berdiri, duduk, ruku ', sujud untukKu. Mereka rindu dengan kasih sayangku. Mereka Aku beri tiga karunia: Pertama, mereka Aku beri cahayaku di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaranku kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajahku kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka? " 

Referensi: - 

Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal .. 80 

Ihya 'Ulumuddin jilid IV hal 324 dan Jilid I hal 358 

9. Mereka suka menangis dan mengingat Allah . 

'Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Malaikat memberitahu kepadaku:" Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahasia, karena mereka takut mendapat siksa dari Allah. mereka suka mengingat Tuhannya di pagi dan sore hari di rumah-rumah Tuhannya. mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. mereka suka memperhatikan manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan de ngan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur'an. Mereka suka membaca Al Qur'an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membagi nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi posisi mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya: "Peringkat yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu." 

10. Jika mereka berkeinginan, maka Allah memenuhinya. 

Dari Anas ibn Malik ra berkata: "Rasul saw bersabda:" Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia ingin, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra 'ibn Malik, salah seorang di antara mereka. " 

Ketika Barra' memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: "Wahai Barra ', sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda:" Andaikata Barra' berdoa, pasti akan terkabul. Oleh karena itu, berdoalah untuk kami. " Maka Barra 'berdoa, sehingga kami diberi kemenangan. 

Di medan peperangan Sus, Barra 'berdo'a: "Ya Allah, aku mohon, berilah kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan NabiMu." Maka kaum Muslimin diberi kemenangan dan Barra 'gugur sebagai syahid. 

Referensi: - 

Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam Hilya jilid I, hal 16 

11. Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung. 

Abdullah ibnu Mas'ud pernah menuturkan: 

"Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah:" Afahasibtum annamaa khalaqnakum 'abathan ", pada telinga seorang yang pingsan. Maka dengan izin Allah, orang itu segera sadar, sehingga Rasuulllah saw bertanya kepadanya:" Apa yang engkau baca di telinga orang itu? "Kata Abdullah:" Aku tadi membaca firman Allah: "Afahasibtum annamaa khalaqnakum 'abathan" sampai akhir surat. "Maka Rasul saw bersabda:" Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur. " 

- Hadis riwayat Abu Nu'aim dalam Al Hilya jilid I hal 7