Rabu, 28 Juni 2017

Kisah Nabi Musa

Nabi Musa AS merupakan Nabi yang dikirimkan Allah sebagai petunjuk bagi Bani Israil. Ia menyampaikan risalah dari Allah untuk kaumnya berupa kitab suci Taurat yang juga diimani oleh Umat Islam saat ini.

Semasa hidupnya Nabi Musa dan kaumnya harus menghadapi kezaliman dari Raja Firaun serta pengikutnya. Namun karena mukjizat dari Allah SWT  Nabi Musa AS berhasil membelah lautan dan menenggelamkan Firaun dan para pengikutnya.

Setelah semua yang dihadapi, Nabi Musa berdoa kepada Allah agar menampakkan diri diri-Nya.  Namun apa yang terjadi? Nabi Musa mengalami pengalaman yang begitu dasyat ketika Allah akan menampakkan diri. Seperti apa kondisi Nabi Musa saat akan melihat Rabbnya ini? Berikut ulasannya.

Hal ini diceritakan langsung oleh Allah SWT melalui ayat Alquran dalam surat   Al-A'raf. Ketika itu Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan meminta saudaranya Nabi Harun AS untuk memimpin kaumnya.

Nabi Musa sendiri naik ke sebuah gunung yakni gunung Sinai (Thursina)  setelah menyempurnakan 40 malam dengan berpuasa dan beribadah di atas gunung tersebut.   Allah SWT pun berfirman dan menurunkan Taurat kepada beliau.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhannya telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, ‘Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau…” (QS. Al-A’raf: 143)

Peristiwa ini tentu di luar nalar, pemandangan ini layaknya hubungan sebutir debu yang terbatas fana dengan Wujud zat sang maha pecinpta yang abadi tanpa perantara.  Kejadian ini tentu menjadi peristwa yang menakutkan dan membingungkan. Namun Musa mampu menerima kalimat-kalimat Allah dan membuatnya begitu rindu dan ingin melihat Tuhannya.

Kerinduan Nabi Musa AS kepada Allah SWT membuat Ia lupa akan siapa dirinya. Ia meminta sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan manusia di muka bumi. Ia meminta dapat melakukan penglihatan yang teragung, permintaan yang didorong oleh desakan rindunya, dorongan harapannya, gejolak cintanya, dan keinginannya untuk menyaksikan Allah yang Maha Mulia. 

Namun dengan belas kasihNya, Allah SWT, Allah SWT menjelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan dapat melihat Allah karena tidak akan mampu. Namun Allah menunjuk sebuah gunung dimana jika gunung tersebut masih berdiri kokoh ketika Allah menampakkan diri maka Nabi Musa bisa melihat sang pecipta ini. Allah SWT berfirman yang artinya:

“ Engkau sekali-kali tidak akan mampu melihatku, tetapi arahkanlah pandangan engkau ke gunung itu. Maka jika ia tetap pada tempatnya , niscaya engkau dapat melihatku...” (QS. Al-A’raf: 143).

Gunung tersebut tampak kokoh berdiri dan lebih kecil keterpengaruhannya dan responnya daripada manusia. Akan tetapi, apakah gerangan yang terjadi?

“Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh…” (QS. Al-A’raf: 143).

Lantas bagaimana bentuk dan cara ‘penampakan diri’ Allah tersebut? Kita tidak bisa menyifati atau mengidentifikasinya.   Karena tidak satu pun yang berasal dari Rasul SAW. Alquranul Karim sendiri tidak mengatakan sesuatu pun.

Seluruh puncak gunung tersebut tenggelam hingga terlihat rata dengan tanah, hancur berantakan. Musa sangat takut, dan berlakulah sesuatu pada keberadaan dirinya sebagai manusia yang lemah.

“Dan, Musa pun jatuh pingsan...” (QS. Al-A’raf: 143).

“Maka setelah Musa sadar kembali….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Kembali kepada dirinya, dan mengetahui ukuran kemampuannya, dan menyadari bahwa dia telah melakukan permintaan yang melebihi batas.

“Dia berkata, ‘Mahasuci Engkau….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Mahasuci dan Mahatinggi Engkau, tak mungkin mata manusia dapat melihat dan memandang-Mu. Nabi Musa pun bertaubat dan memohon ampun karena permintaanya terlalu melampaui batas.

“Aku bertaubat kepada Engkau,” .” (QS. Al-A’raf: 143).

Bahwa sebenarnya tiada yang ditampakkan oleh Allah hanya sebesar jari kelingking, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi riwayat Imam Ahmad. Lantas gunung tersebut hancur luluh menjadi abu. Allah SWT yang Maha Tahu.

SYAIKH SUBAKIR

Sang Panumbal Tanah Jawa:

Tidak banyak orang mengetahui dan mengenal nama Syaikh Subakir. Padahal Syaikh Subakir adalah salah seorang Ulama Besar (Wali Songo) periode pertama yang dikirim khalifah dari Kesultanan Turki Utsmaniyah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Nusantara.

Syaikh Subakir konon adalah seorang Ulama besar yang telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di Nusantara. 

Kisahnya dimulai saat Sultan Muhammad I, bermimpi mendapat wangsit (ilham/irhas) (petunjuk) untuk menyebarkan dakwah Islam ke tanah Jawa.

Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh Ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.

Sehingga dikumpulkanlah beberapa Ulama terkemuka dari seluruh penjuru dunia Islam waktu itu. Para Ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, berdakwah, pengobatan, tumbal atau rukyah, dan lain-lain.

Lalu dikirimlah beberapa Ulama ke Nusantara atau tanah Jawa. Namun sudah beberapa kali utusan dari Kesultanan Turki Utsmaniyah yang datang ke tanah Jawa, untuk menyebarkan agama Islam tapi pada umumnya mengalami kegagalan.

Penyebabnya masyarakat Jawa saat itu sangat memegang teguh kepercayaannya. Sehingga para Ulama yang dikirim mendapatkan halangan karena meskipun berkembang tetapi ajaran agama Islam hanya dalam lingkungan skala yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas seperti yang di harapkan.

Selain itu konon, pulau Jawa saat itu masih merupakan hutan belantara angker yang dipenuhi makhluk halus dan jin-jin jahat.

Lalu diutuslah Syaikh Subakir, Ulama asal Persia yang ahli dalam merukyah, ekologi, meteorologi dan geofisika ke tanah Jawa.

Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah ghaib dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu.

Berdasarkan versi "Babad Tanah Jawa", setelah sampai ke Nusantara, Syaikh Subakir yang menguasai ilmu ghaib dan dapat menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama kegagalan para Ulama pendahulu dalam menyebarkan ajaran Islam karena dihalangi para jin dan dedemit penunggu tanah Jawa.

Para jin, dedemit dan lelembut tersebut bisa merubah wujud menjadi ombak besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya dan menjadi angin puting beliung yang mampu memporak-porandakan apa saja yang berada di depannya. 

Selain itu para jin kafir dan bangsa lelembut tersebut juga bisa berubah wujud menjadi hewan buas (siluman) yang mencelakakan para Ulama pendahulu tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut, konon Syaikh Subakir sudah membawakan batu hitam dari Arab yang telah dirajah. 

Lalu batu dengan nama "Rajah Aji Kolocokro" (versi Jawa) tersebut dipasang di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa.

Kemudian efek dari kekuatan (wasilah) dari batu ghaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan gejolak para dedengkot makhluk-makhluk penunggu tanah Jawa.

Alam yang tadinya cerah dan sejuk, Matahari bersinar terang, damai dengan kicauan burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam. 

Cuaca mendung dan gelap, angin bergerak cepat, kilat menyambar-nyambar menimbulkan hujan api. Gunung-gunung bergemuruh tiada henti.

Lelembut, setan, siluman, lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung, semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut. Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan.

Sebagian jin yang lain ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syaikh Subakir tersebut. 

Melihat hal itu, konon Sabdo Palon, Raja bangsa jin yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut tersebut.

Sabdo Palon lalu berhadapan dengan Syaikh Subakir. Sabdo Palon lalu menanyakan maksud pemasangan batu hitam tersebut. 

Sang Ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan batu hitam itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa oleh para Ulama utusan Khalifah Turki Utsmaniyah. 

Setelah terjadi perdebatan mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam, hingga Sabdo Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Bodronoyo sang Danyang tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan. 

Sabdo Palon mensyaratkan beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa.
Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi kesempatan kepada Syaikh Subakir beserta para Ulama untuk menyebarkan Islam di tanah Jawa, akan tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. 

Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa. Raja Raja Islam namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syaikh Subakir.

Selain di Puncak Gunung Tidar, Syaikh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya.

Dalam versi lain diceritakan untuk membersihkan wilayah Gunung Tidar dari bangsa jin, Syaikh Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang. 

Lalu tombak pusaka tersebut ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai syarat (syari'at) penolak bala. Dan benar, tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi para lelembut dan bangsa jin yang berdiam di Gunung Tidar. 

Mereka pun lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian pengikut Sabdo Palon dari bangsa jin melarikan diri ke Timur dan konon hingga sekarang menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah yang angker. Bahkan sebagian lagi anak buah Sabdo Palon ada yang melarikan diri ke Alas Roban, dan ke Gunung Srandil. 

Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama petilasan, Makam Tombak Kiai Panjang.

Dengan adanya (syari'at) tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus.

Dan karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama menjadi lancar. 

Nama Syaikh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar dan srikandi, penganut ilmu ghaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan melampaui batas mendewakan sang Ulama asal Persia tersebut.

Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syaikh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syaikh Subakir pulang ke Persia, Iran. 

Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada tauhid yang benar. 

Selain itu tugas utama Syaikh Subakir untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus telah selesai.

Selanjutnya setelah Syaikh Subakir wafat, menurut satu riwayat posisinya digantikan oleh Wali Songo lainnya yaitu Sunan Kalijaga. 

Versi: Astana Cirebon

Syaikh Subakir adalah "Sang Babad Alas Jowo" Islam di tanah Jawa sebelum Wali Songo. Sudah banyak utusan dari Negeri Arab dalam hal menyebarkan agama Islam di tanah Jawa namun terbentur akan kekuatan ghaib yang masih menguasai tanah Jawa (Nusantara). Maka, ditunjuklah Syaikh Subakir untuk menumbali tanah Jawa sebelum para Wali-Wali memulai dakwahnya.

Penyebab utama dari gagalnya syi'ar agama Islam sebelum Syaikh Subakir disebabkan oleh masyarakat yang masih kokoh memegang kepercayaan lama (klenik). Dalam artian, bahwa masih banyak mahluk yang menghuni dan mempengaruhi masyarakat Jawa untuk menyembah pepohonan, batu besar, atau hal-hal yang menyeru kepada kemusyrikan.

Di situlah Syaikh Subakir berperan menghilangkan gangguan jin dan setan tersebut menggunakan batu hitam yang dipasang Syaikh Subakir di bagian-bagian Nusantara. Untuk tanah Jawa sendiri diletakkan di tengah-tengahnya Pulau Jawa, yaitu di Gunung Tidar. Setelah semua dipasang, efek dari kekuatan ghaib batu hitam tersebut menimbulkan gejolak besar yang membuat jin dan setan mengamuk. Kemudian, Syaikh Subakir meredamnya dengan berdialog bersama mereka: “Walaupun kamu mampu meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi qodratullah tetap masih berlaku atas-ku.” (Kata Setan).

“Apa yang kamu maksud?” (Jawab Syaikh Subakir).

“Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah.” (Pungkasnya).

Atas dasar itulah beliau dikenal sebagai Wali Alloh yang menaklukkan jin dan makhluk halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘berpindah’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan para jin-jin dan makhluk halus, Syaikh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad).

Dan tidaklah salah bila kemudian, Gunung Tidar dikenal dengan sebutan Paku Tanah Jawa.

Pada puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas dan terdapat Tugu dengan simbol huruf “Sa”. Menurut penuturan juru kunci “Sa” bermakna, Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.

Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual, Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan untuk mendekatkan diri kepada Gusti Alloh. Zaman dahulu, Gunung Tidar terkenal ke-angkerannya dan menjadi rumah bagi para jin dan makhluk halus. "Jalmo Moro Jalmo Mati", setiap orang yang datang ke Gunung Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (hal ini yang menjadi asal-usul nama Tidar [Mati atau Modar]).

Berdasarkan penuturan juru kunci Gunung Tidar, terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Panjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syaikh Subakir sebenarnya itu hanyalah petilasan beliau.

Pada tahap berikutnya, kedudukan Syaikh Subakir “Sang Babad Tanah Jawa” sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para Wali di tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda. Diantara para Wali yang bersama-sama Syaikh Subakir dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa generasi pertama adalah:

1. Maulana Malik Ibrahim, (Turki), ahli mengatur Negara.

2. Maulana Ishaq, (Samarkand, Rusia Selatan), ahli bidang pengobatan.

3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, (Mesir), dakwah tauhid Islam.

4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, (Maroko).

5. Maulana Malik Isro’il, (Turki), ahli tata Negara.

6. Maulana Muhammad Ali Akbar, (Persia, Iran), ahli pengobatan.

7. Maulana Hasanudin, (Palestina).

8.Maulana Aliyudin, (Palestina).

9. Syaikh Subakir, (Iran), ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat.

Perjanjian Syaikh Subakir Dengan Semar:

"Kisah Perjanjian" antara Sabdo Palon dengan Syaikh Subakir

Konon ada semacam perjanjian antara Sabdo Palon sebagai Pamomong (Danyang Ghaib) tanah Jawa dengan Syaikh Subakir sebagai penyebar agama Islam generasi awal di tanah Jawa ini.

Tersebutlah kisah perjanjian ini dalam tulisan "lontar kuno". Lontar tersebut diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak-tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.

Cerita tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan, (sebuah desa tempat situs Sunan Drajad).

Syaikh Subakir: "Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan".

Sabdo Palon: "Aku ini Sabdo Palon, pamomong (penggembala) tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewataan (para Dewa), akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdo Palon".

Syaikh Subakir: "Oh, berarti kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) tanah Jawa ini. Perkenalkan kisanak, namaku adalah Syaikh Subakir berasal dari tanah Syam Persia".

Sabdo Palon: "Ada hajad apa gerangan jengandiko (anda) rawuh (datang) di tanah Jawa ini?".

Syaikh Subakir: "Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke tanah Jawa ini. Saya tidaklah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan".

Sabdo Palon: "Ceritakanlah selengkapnya kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya".

Syaikh Subakir: "Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Alloh Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘Alim (ahli ilmu) ke tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘Alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana, dan resi di tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama".

Sabdo Palon: "Jadi jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi?".

Syaikh Subakir: "Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan 'Wewarah Suci' (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam".

Sabdo Palon: "Bukankah kisanak tahu bahwa di tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Budha yang berasal dari tanah Hindu? Lalu buat apa lagi kisanak menambah dengan agama yang baru lagi?".

Syaikh Subakir: "Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukankah kisanak sendiri sebagai Danyangnya tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, di sinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan)? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi?".

Sabdo Palon: "Ya, rupanya kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini".

Syaikh Subakir: "Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di tanah Jawa ini?".

Sabdo Palon: "Secara ringkas kepercayaan Jawa sejak dulu itu begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Orang Jawa meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih".

"Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu".

"Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Ada dan Yang Maha Berkuasa".

Syaikh Subakir: "Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud Tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia Maha Dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama-sesama titah atau makhluk".

"Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya".

Sabdo Palon: "Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat Negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka saling sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan".

Syaikh Subakir: "Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami kesini. Jadi, wahai Sang Danyang tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini".

Sabdo Palon: "Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat-syarat yang harus kalian patuhi".

Syaikh Subakir: "Syukurlah jika di ijinkan secara baik-baik, karena jikapun tidak, kami tetap akan mewedarkan ajaran ini, kalau begitu apa yang menjadi syaratnya itu wahai Sang Danyang tanah Jawa?".

Sabdo Palon: "Pertama, jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan 'Wong Jowo' berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai orang Jawa hilang Jawa-nya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung, maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat-syarat ini sudah terabaikan, maka aku akan muncul dengan membuat goro-goro".

Syaikh Subakir: "Baiklah jika memang begitu. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namun jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan, maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi, biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya".

Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal-usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nan jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar seratus persen.

Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syaikh Subakir.

Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Syaikh Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat.”

Yang artinya antara lain:

“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Syaikh Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”

Demikian perkenalan Semar dengan Syaikh Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi pulau Jawa juga digambarkan dalam 'serat' tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo, bekasaan, dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syaikh Subakir dimakan demit (binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa: “Jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning sukma, dinawuhan angiseni, manungso pilo Jawi”.

Syaikh Subakir mengambil orang-orang 'keling' (?) Untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20.000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni pulau Jawa) adalah dari bangsa 'keling' yang dibawa oleh Syaikh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.

“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karso aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka.”

Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.

Dalam versi SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syaikh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syaikh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.

Syaikh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ono manungso, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga.”

Artinya:

Syaikh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut. "Hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu."

Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan Dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syaikh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah Mahabarata itu mulanya dari Jawa).

Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brahma. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Bathara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.

Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan: Pertama jaman jamajuja (puluhan ribu-buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.

Dengan demikian, mulainya peradaban Jawa itu 230 SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syaikh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syaikh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan lagi, bagaimana dengan Kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYAIKH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWI ini tidak bisa sejelentreh ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik, dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal-usul bangsa Jawa.

Jadi masih terbuka lebar untuk penelitian yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.

Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.

*) Catatan :

Keling, dalam wikipedia adalah daerah yang sekarang bernama India (benua Keling), seperti tercantum dalam sejarah Melayu. Pada masa ini perkataan ini kebiasaannya merujuk kepada suku bangsa Dravida termasuk kaum Tamil, Telugu dan Malayalam. Di kawasan yang dulunya Kalinga, penduduknya pada hari ini bertutur dalam bahasa Bahasa Telugu dan Bahasa Oriya.

Penulis: Muhammad Jadmiko
Sumber: Disarikan dari: Dandang Gulo (Sunan Kalijaga), Serat Darmagandhul, Serat Centhini, dan Suluk Wali Songo.

Jumat, 23 Juni 2017

Sholawat nuril anwar

J-Sholawat Nuril Anwar atau Nurul Anwar atau kadang disebut Sholawat Badawi Sughro adalah salah satu bacaan sholawat yang sangat populer di kalangan masyarakat. Menurut keterangan dari berbagai sumber Sholawat Nuril Anwar ini adalah Sholawat yang disusun oleh Wali Qutub Al-Imam Ahmad Al-Badawi ra. Beliau memiliki nasab atau silsilah sampai kepada Rosulullah SAW. Karena kecintaanya terhadap Rasulullah SAW juga, tersusunlah Sholawat Nuril Anwar ini. Ada banyak syair yang beliau gubah untuk menyatakan cintanya kepada Rasulullah yang begitu besar.

Seorang penulis terkenal Muslim al-Sayyid Muhammad al Murtadā -Zabīdī (w. 1205 H.) menuliskan silsilah Al-Badawi (penyusun Sholawat Nuril Anwar) sebagai berikut: Ahmad bin 'Alī bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakar bin Ismail bin' Umar bin 'Alī ibn Utsman ibn al-Husain bin Muhammad ibn Musa al-Ashhab bin Yahya bin 'Isa bin' Alī bin Muhammad bin Hasan bin Ja'far bin 'Alī al-Hadi bin Muhammad al-Jawad ibn' Alī ar-Ridha bin Musa al-Kazim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin [Zain al-'Abidin]' Alī ibn al-Husain bin Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW.

Bacaan sholat Nuril Anwar adalah sebagai berikut:


Teks Latin dari Sholawat Nuril Anwar:

ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA NUURIL ANWAARI WASIRRIL ASRAARI, WATIRYAAQIL AGHYAARI WAMIFTAAHI BAABIL YASAARI, SAYYIDINAA WAMAULAANA MUHAMMADINIL MUHTAARI WA AALIHIL ATH HAARI WA ASH HAABIHIL AHYAARI 'ADADA NI'AMILLAAHI WA IFDHAALIH.

Artinya :

“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada cahaya dari segala cahaya, rahasia dari segenap rahasia, penawar duka dan kebingungan, pembuka pintu kemudahan, yakni junjungan kami, Nabi Muhammad saw. yang terpilih, keluarganya yang suci, dan para sahabatnya yang mulia sebanyak hitungan nikmat Allah dan karu-nia-Nya”

Sayyid Ahmad Ruslan memberikan komentar atas shalawat ini:
“Shalawat ini sangat mujarab untuk menunaikan hajat, mengusir kesusahan, menolak bencana dan meraih cahaya, bahkan sangat manjur untuk segala keperluan.”

Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam kitabnya “Afdhal ash-Sholawat” mengutip sebagaimana di atas dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dengan sedikit tambahan, yani:

“...bahkan sholawat ini mujarrab untuk segala sesuatu dan bilangan wiridannya adalah 100 kali setiap hari.”

Apa keutamaan dan khasiat Sholawat Nuril Anwar ini?
Beberapa ulama menyampaikan beberapa khasiat sebagai berikut:

Jika seseorang membaca shalawat ini setiap selesai shalat fardhu, maka ia akan terhindar dari segala marabahaya dan memperoleh rezeki dengan mudah.
Jika seseorang membaca shalawat ini sehari dan malamnya 100 kali, maka ia akan memperoleh rezeki lahir-batin, manjur untuk mendatangkan segala hajat, menolak bencana, dan memperoleh cahaya Ilahi.
Jika seseorang menginginkan jabatan atau kedu-dukan tinggi, maka hendaklah ia membaca shalawat ini sebanyak 21 X setiap akan berangkat kerja
Bila seseorang membaca shalawat ini 7 kali setiap akan tidur, insya Allah ia terhindar dari sihir yang dilakukan orang yang jahat.

Baca juga : Amalan Wirid Sholawat untuk Wasilah Segala Hajat

Disamping keutamaan dan khasiat diatas, ada banyak khasiat lain yang disampaikan oleh para ulama, antara lain di bawah ini:
Jika dibaca ketika hati sedang gandrung atau hati sedang ruwet maka Allah akan memberikan kelapangan hati dan kegembiraan
Jika sedang mengalami amarah yang memuncak kemudian membaca sholawat nurul anwar insya Allah kemarahan akan reda seketika, begitu juga apabila menghadapi orang yang sedang marah atau menghadapi orang yang sangat ditakuti kemarahannya maka bacalah sholawat Nuuril anwar.
Untuk menjernihkan pikiran, khususnya bagi para penuntut imu, memudahkan menerima pelajaran dari pengajar.
Untuk mengalami kesempitan rezeki agar luas rezeki wiridkan sholawat Nuril Anwar
Usaha dagang / bisnis tumpur atau yang hidup segan mati tak mau maka baik sekali mewiridkan sholawat nuurul anwar setiap selesai sholat 5 waktu.
Sholawat Nuurul Anwar jika selalu diamalkan maka dapat memberi efek bagi orang yang pemarah jadi lembut hati, yang

Perang Rosululloh SAW

Ditengah semangat kecintaan diri kepada Nabi Saw dan menyadari sedikit sekali ilmu yang diberikan Allah, rasanya sangat sulit untuk menerima beberapa hadis dinilai lemah (dhoif), tanpa ditelaah dulu asalnya dan maknanya. Inilah hadis tersebut:

Dikisahkan, sekembalinya dari sebuah pertempuran, Nabi Saw berkata, “Kita baru saja pulang dari jihad (perang) kecil menuju jihad terbesar ” Sambil terperangah, para sahabat bertanya, “Apakah gerangan perang terbesar itu wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, perang menaklukkan diri sendiri.” (HR Baihaqi dari Jabir).


Kalangan ulama menilai, meskipun dipandang lemah atau tidak jelas sanadnya, hadits ini sesungguhnya dapat dipandang shahih ditilik dari segi maknanya (shahih fi al-ma`na) dan ada  asalnya. Ada beberapa hadis lain yang yang mendukung itu seperti  diantaranya adalah

Nabi Saw bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan”. (HR Hasan). Jihad yang paling utama adalah menaklukkan hawa nafsumu untuk tunduk pada Dzat Allah (HR Ad-Dailami) dan Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.” (HR Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).


Kebanyakan yang memberikan alasan  bahwa hadis ini lemah bahkan dikatakan mungkar, karena terdorong untuk berpihak membela kepada orang yang berjihad berperang mati2an ternyata disebutkan hanya jihad yang kecil saja.  Dan dikuatirkan dengan makna perang menghadapi orang kafir itu sebagai jihad yang kecil menjadikan umat Islam patah semangatnya sehingga tidak mau berperang lebih memilih diam mengurusi nafsu dirinya.

Karena itu harus diluruskan bahwa berperang itu bukanlah jihad kecil. Beberapa riwayat kemudian dipakai sebagai dasar seperti berjihad itu lebih baik daripada beribadah beberapa puluh tahun dan ancaman bagi yang hanya diam saja tidak ikut berperang.

Namun semua itu harus diingat bahwa semuanya kembali kepada keridhoan Allah, Allahlah yang menetapkan penilaian,  sekali-kali diri tidak dapat atau mampu menilai seseorang yang mengorbankan nyawanya dalam perang apakah mati sia-sia atau tergolong mati shahid, karena banyak kemungkinanya niat selain Allah  dapat muncul pada diri seseorang itu ikut berperang.

Lagipula perang saat ini sangatlah beda pada masa Nabi saw, saat ini perang sangat kompleks kadang tidak selalu berhadapan, harus dilakukan oleh ahlinya terkait teknologi perang yang semakin canggih sehingga menjadi tidak jelas siapa melawan siapa?, skenario atau konspirasi siapa?, membawa kepentingan yang mana?, banyak sekali kepentingan bahkan dengan dalih agama. Fakta lagi yang tidak berperang atau tidak pernah sekalipun maju justru paling lantang suaranya merasa diri paling hebat dengan melakukan provokasi dan ikut mengobarkan perang.

Karena itu bukan besar kecil yang dipermasalahkan namun ikhlas atau tidak dari jihad yang dilakukan itulah yang dilihat Allah. Bagi Allah namanya jihad baik besar dan kecil tetap digolongkan jihad dan ganjarannya adalah mati syahid bagi yang melakukannya. Perbuatan yang termasuk jihad juga luas diantaranya mencari nafkah keluarga, menuntut ilmu dan merawat orang tua juga termasuk itu.

Pengakuan Nabi Saw dan sahabat beliau terkait sulitnya memerangi hawa nafsu adalah dari orang yang mengerti dan mengalami sendiri berbagai perang nyata sehingga mendapatkan perbandingan bagaimana antara perang yang nyata itu dengan perang didalam diri itu. Berbeda halnya pengakuan itu disampaikan oleh seseorang yang sama sekali tidak pernah mengalami peperangan nyata, tentu akan lain penerimaan orang.

Nabi saw pernah mengalami betapa sulitnya mengendalikan dirinya saat peristiwa di Thaif kala beliau dicemooh, dicaci dan dilempari sehingga menyebabkan nabi saw terluka, ternyata tidak serta merta nabi saw bergerak untuk membalasnya, malahan berdoa dan memohon pada Tuhan agar dirinya selalu dipimpinNya tidak dipimpin oleh dirinya. Dari peristiwa itu diisyaratkan kesabaran Nabi saw bahwa luka yang terjadi pada tubuhnya itu janganlah akhirnya merembet menjadi luka di hatinya.

Perang diri lebih rumit terkait susahnya seseorang melihat gerak atau gejolak yang ditimbulkan akal dan hawa nafsunya. Bila tidak teliti akan sulit membedakan, kelihatannya itu pandangan akal ternyata itu pandangan nafsu terkait keahlian pihak luar dalam hal ini iblis setan dan jin mengajak dan membujuk nafsu yang ada didalam diri setiap manusia.

Bujukan dan godaan musuh diri berlangsung setiap saat dengan tujuan utama memalingkan manusia dari mengingat Allah. Begitu juga dengan mengurangi keyakinan terhadapNya  dengan memberikan rasa kuatir dan was was serta ragu-ragu terhadap apapun yang dijalani manusia. Karena itu peperangan dalam diri sifatnya sangat halus dan sukar dideteksi karena menyangkut gerakan dan gejolak dalam diri.

Begitulah ilustrasi betapa sulitnya berperang melawan musuh diri yaitu hawa nafsu dibanding berperang dengan musuh yang nyata. Dalam pengenalan diri seperti diuraikan diatas, akal seseorang harus mendominasi dalam setiap perbuatannya termasuk dalam kondisi berperang sehingga tidak dipimpin oleh hawa nafsunya. Ada kisah yang menjelaskan kemampuan Ali yang luar biasa dalam mengendalikan diri.

Dalam suatu peperangan yang berlangsung sengit,  Ali bin Abi Thalib berhasil menjatuhkan lawannya. Seketika itu juga Ali langsung menghunus pedang siap memenggal lawannya. Di tengah suasana terjepit, musuh itu meludahi muka Ali. Mendapat perlakuan seperti itu, Ali bin Thalib segera mengurungkan niat memenggal leher musuhnya.

Dengan sangat heran, musuh itu bertanya, “Mengapa engkau tidak jadi membunuhku?”Ali menjawab, “Ketika aku menjatuhkanmu, aku ingin membunuhmu karena Allah. Tetapi engkau meludahiku, niatku membunuhmu bukan karena Allah, melainkan karena nafsu amarahku kepadamu.”

Mendengar penjelasan itu, orang tersebut langsung mengucapkan syahadat dan segera bergabung dengan pasukan Ali bin Abi Thalib. Tidak terbayangkan bila lawannya itu bukan Ali, niscaya pada saat itu lehernya telah terputus kena sabetan pedang.


Perbuatan Ali itu menggambarkan kepribadian yang sangat agung. Kebesarannya bukan hanya terlihat dari kepiawaiannya dalam berperang. Kemuliannya bukan hanya terlihat dari pemikiran dan ucapan-ucapannya. Tetapi lebih dari itu, Ali menempati posisi sangat terhormat dalam kelompok sahabat dan keluarga Nabi justru karena kemampuannya mengendalikan hawa nafsu.

Berperang melawan hawa nafsu sesungguhnya jauh lebih sulit dibandingkan dengan berperang melawan musuh-musuh yang nyata secara fisik. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW mengatakan bahwa perang di medan pertempuran adalah jihad kecil, sementara perang melawan hawa nafsu adalah jihad besar.

PERANG TERBESAR

★Jihad Terbesar Adalah Melawan Hawa Nafsu★

Setelah selesai peperangan 
Badar dengan kemenangan dipihak Islam, maka berjalanlah Rasulullah SAW dengan sahabat menuju ke perkampungan mereka. Dalam perjalanan itulah terjadi dialog antara baginda Rasul dan para sahabatnya.
Kita baru balik dari satu medan peperangan yang kecil menuju ke satu peperangan yang maha besar, kata Rasulullah. Maka keherananlah para sahabat lantas mereka bertanya, Peperangan apa ya Rasulullah? Jawab baginda Mujahadatunnafsi (melawan hawa nafsu)- Riwayat Baihaqi

Peperangan Badar yang begitu gawat dan dahsyat dengan menelan korban puluhan nyawa manusia dari 1000 orang yang terlibat dari pihak tentara kafir, dianggap kecil oleh Rasulullah. Padahal kita merasa takut sekali mendengarkan musuh-musuh yang memiliki senjata perang yang begitu lengkap. Keganasan musuh menyerang bertubi-tubi dengan pedang yang ditujukan ke tubuh kita, sangat mengerikan dan menakutkan. Akan tetapi itu masih dianggap kecil kalau dibandingkan dengan keganasan nafsu kita terhadap diri kita. Cuma nafsu bukan hendak membunuh jasad, tetapi hendak membunuh jiwa kita. Dengan kata lain hendak membunuh iman kita. Hendak menerjunkan kita ke neraka.

Kecekapan nafsu, persediaanya, kesungguhannya, kejahatannya dan tipuannya berpuluh-puluh kali lipat lengkapnya dibandingkan dengan peperangan senjata. Lamanya peperangan bukannya bermusim-musim tetapi setiap detik. Nafsu tidak tidur dan tidak lena untuk menjadikan manusia senantiasa lalai dan lupa. Jadi benarlah Rasulullah SAW mengatakan peperangan melawan nafsu itu jauh lebih besar daripada melawan musuh lahir. Mari kita lihat firman Allah mengenai hal tersebut :
"Sesungguhnya nafsu (ammarah) itu sangat mengajak pada kejahatan." (Yusuf : 53)

Sabda Rasulullah ; 
"Sejahat-jahat musuh engkau yang terletak antara dua lambung engkau." Riwayat Baihaqi

Allah berfirman :
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan rugilah orang yang mengotorkan jiwanya." (As Syams: 9-10)

Itulah musuh batin namanya, yakni makhluk Allah yang bersifat rohaniah yang tempatnya dalam hati manusia. Allah menjadikannya dengan tujuan untuk menguji keimanan kita. Selain dari nafsu, ada satu lagi musuh orang mukmin yang sifatnya seperti nafsu, yang kerjanya menunggang nafsu untuk dipacu ke arah yang disukai. Allah berfirman :

"Sesungguhnya syaitan itu bagi manusia adalah musuh yang sangat nyata." (Yusuf: 5)

Nafsu dan syaitan bekerja sama untuk merebut tempat di hati setiap manusia. Bila hati sudah ditawan, manusia bukan lagi mengikuti kata-kata Allah dan Rasul tapi ikut kehendak nafsu dan syaitan. Hari ini hampir semua manusia telah dapat ditipu dan dikuasai oleh nafsu dan syaitan. Termasuk para pejuang Islam yang katanya mereka lebih cinta pada Islam dan memperjuangkannya.

Untuk membuktikannya ada beberapa contoh ;

1. Kebanyakan orang yang nampak gairah dengan Islam, hingga negara pun hendak diIslamkan, bila kita lihat kehidupan mereka, nampaknya rumah pun belum Islam. Anak isteri bahkan dirinya sendiri belum sempurna Islamnya. Bahkan hukum-hukum Islam yang mudah, yang dapat dilaksanakan tanpa memerlukan kuasa memerintah pun tidak dapat ditegakkan dan musuh pun tidak menghalangi jika kita melaksanakannya.

Kalau kita tidak mampu untuk mengerjakannya, mengapa harus menyuruh orang lain? Mana mungkin musuh Islam menegakkan Islam! Sedangkan orang Islam sendiri tidak mampu menegakkan Islam. Ada juga hukamak yang berkata; "Tegakkanlah Islam itu pada dirimu niscaya dia akan tertegak pada negaramu."

2. Banyak orang yang tidak suka dengan sebagian pejuang Islam atau jemaah Islam di dunia ini dikarenakan sikap yang gopoh dalam tindakan perjuangan mereka. Mereka tidak tenang, tidak bijaksana dan tidak berlapang dada bila berhadapan dengan berbagai ragam manusia dan ujian. Lebih-lebih lagi jika pihak lawan melakukan kekejaman terhadap mereka.

Apakah mereka tidak tahu bahwa Islam menganjurkan kita mengatur perjuangan dengan penuh sistematis, berhikmah dan penuh strategi tanpa tergopoh-gopoh? Bukankah sudah diberitahu oleh Allah bahwa gopoh itu dari syaitan.

Sabda Rasulullah SAW : "Bertenang-tenang itu dari Allah dan tergopoh-gopoh itu dari syaitan." Riwayat Baihaqi

3. Bila pihak lawan melakukan kekejaman ke atas jemaah Islam, kita akan melihat banyak pejuang-pejuang Islam yang akan marah-marah, mengutuk, menghina dan menjawab kekejaman musuh dengan kata-kata yang tidak hikmah. Bukan karena Allah tetapi karena mempertahankan diri. Barangkali mereka pikir itulah caranya untuk berhadapan dengan musuh.

Padahal musuh tidak rugi sedikitpun, malah diri sendiri yang rusak sebab orang-orang Islam akan dianggap kasar dan pemarah.

Islam menganjurkan berhikmah, bukannya pemarah, kasar dan sombong. Rasulullah telah berkata perjuangan atas dasar marah itu bukan jihad fisabilillah. Lihat sejarah Sayidina Ali. Suatu hari ketika dia sudah dapat mengalahkan musuh, dilepaskannya kembali karena katanya dia tidak mau membunuh musuh waktu itu karena takut dibuat atas dasar marah, bukan karena Allah.

4. Sebagian pejuang-pejuang akhir zaman lebih suka berkorban untuk rumah besar, barang mewah dan lain-lain daripada berkorban di jalan Allah. Mulut mereka saja yang menyebut berjuang dan berkorban serta menentang musuh tapi kehidupan mereka sama saja dengan musuh. Dari segi berkorban mungkin musuh lebih serius terhadap perjuangan mereka daripada pejuang Islam yang banyak bicara tapi tidak berbuat. Wang yang Allah rezekikan, dikorbankan pada hal-hal yang tidak perlu. Kalau berkorban di jalan Allah sekalipun bukan tiap waktu tapi dilakukan bermusim.

5. Pejuang Islam hari ini kebanyakan tidak mau terima pendapat orang lain, sekalipun pendapat atau teguran itu dibuat dengan baik, dengan hujjah ilmiah dan nas yang sah. Mereka anggap orang lain tidak betul, mereka saja yang betul. Sebab itulah mudah tersinggung bila ditegur. Sikap seperti itu adalah sifat sombong, baik disedari atau tidak. Orang sombong pengikut iblis.
Mereka sanggup menolak kebenaran kerana sombongnya itu. Umpama iblis, ia tidak mau tunduk pada Nabi Adam sekalipun itu perintah Allah. Dia sanggup masuk neraka daripada merendah diri.

6. Pejuang-pejuang hari ini suka mengecam perbuatan jemaah lain karena dianggap hanya memikirkan yang remeh temeh, tidak fikir negara. Sangka mereka kalau tidak dapat negara, aktivitas Islam dapat ditutup kapan saja. Hingga kini, jemaah lain sudah berkembang melalui aktivitas yang dikatakannya remeh temeh, tapi mereka belum membuat persiapan apa-apa.

Demikianlah contohnya bagaimana pejuang-pejuang Islam yang telah berhasil ditipu oleh syaitan dan nafsu. Mungkin mereka tidak sadar sebab memang orang yang kena tipu tidak tahu bahwa dirinya sedang tertipu, kecuali sesudah dia dapati barangnya hilang. Atau setelah dia mengetahui semua rencana dan tindakannya memberikan hasil yang mengecewakan.

Para pejuang Islam mesti menekankan bahwa perjuangan Islam mesti didasarkan atas iman dan taqwa sebagai kekuatan utama dan terpenting. Lebih baik 100 orang pejuang yang bertaqwa daripada 1000 orang tetapi tidak bertakwa. Ini adalah karena orang bertaqwa dibantu oleh Allah, sementara yang tidak bertaqwa akan terbiar pada nafsu dan syaitan. Oleh karena itu latihan untuk menghadapi nafsu dan syaitan mesti dibuat dengan sungguh-sungguh dengan melalui kuliah-kuliah tasawuf, mendidik hati, mendidik iman, melatih ibadah, akhlak, zikrullah dan sebagainya. Program separti ini memang memakan waktu dan sangat memerlukan kesungguhan. Namun penghayatannya dapat menumbangkan dua musuh besar manusia, sekaligus mengangkat manusia ketaraf taqwa yakni dekat dengan Allah SWT yang merupakan syarat turunnya bantuan Allah. Sebab jika tidak ada taqwa maka nafsu dan syaitanlah yang akan jadi penasehat dalam perjuagan kita.

Terbuai-buailah kita dalam ayunan tipuan yang tidak terasa. Kita merasa kitalah pejuang yang ideal, padahal Allah tidak menerima perjuangan kita, jika sudah begitu maka sia-sialah hidup dan perjuangan kita. Rugi dunia dan akhirat. ¨

*******

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkan sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberikan petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesaat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al Jaatsiyah: 23)

Pada tahun kedua Hijriyah terjdilah Perang Badar. Sekembalinya dari perang Badar. Rasulullah SAW. Mengatakan kepada para sahabat “Kita kembali dari peperangan kecil dan akan menghadapi peperangan besar (Jihad Akbar)”. Diantara sahabat ada yang bertanya, “apakah ada lagi perang yang lebih besar  dan dahsyat dari perang Badar?” Beliau menjawab. “Perang melawan hawa nafsu di dalam diri masing-masing”.

Perjuangan membebaskan diri dari penguasaan hawa nafsu (jihadunnafsi) merupakan masalah yang sangat asasi yang terus dan senantiasa dilakukan oleh masing-masing diri. Bahkan Imam Ibnu Qayyim al Jauziyyah mengatakan bahwa perjuangan dalam mengendalikan diri agar terbebas dari jajahan hawa nafsu merupakan induk dari segala perjuangan. Perjuangan membebaskan diri dari penguasaan hawa nafsu barulah diutamakan untuk dilakukan, kemudian setelah itu barulah dimulai perjuangan-perjuangan lain; perjuangan melawan godaan syetan dan iblis, perjuangan mempertahankan marwah agama dari tangan-tangan jahil kaum kafirin dan munafikin serta berbagai bentuk perjuangan lainnya.

Dalam Al Qur’an disebutkan berbagai macam bentuk nafsu yang dapat disebutkan sebagai berikut:

An Nafsu Al Ammaarah Bis Suu’; yang sering mendorong manusia untuk melakukan dosa dan kejahatan. Firman Allah SWT: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan). Karena sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)

An Nafsullawwamah; yaitu nafsu yang sering menyesali diri. Firman Allah SWT: “… dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)” (QS. Al-Qiaamah: 2)

An Nafsus-awwamah; yaitu hawa nafsu yang sering menggambarkan dan menghiaskan sesuatu maksiat atau kejahatan menjadi indah dalam pandangan atau khayalnya. Firmah Allah SWT: “Ya’qub berkata: “hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Yusuf: 83)

An Nafsul-mulhamah; yaitu nafsu yang sering mendorong kefajiran (kedurhakaan) dan ketaqwaan. Firman Allah SWT: “Maka Allah menghilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (QS. Asy Syam: 8)

Disamping itu di dalam Al Qur’an dikemukakan juga tiga jenis nafsu yang lain: An Nafsul-Muthmainnah, An Nafsu-Radliah dan An Nafsul-Mardliyah

Sesungguhnya hawa nafsulah sebagai penyebab penyakit yang ada dalam diri manusia, seperti takabbur, ‘ujub, sum’ah, cinta dunia yang berlebihan, cinta kedudukan, cinta harta, serta perbuatan keji dan mungkar, segala bentuk kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia; berjudi, berzina, meminum-minuman yang memabukkan dan sebagainya.

Hawa nafsu pada dasarnya memperturutkan keinginan yang berlebihan serta kecenderungan jiwa kepada hal yang salah serta dilarang oleh ajaran Islam.

Allah SWT berfirman:

Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa navsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini. (QS. Al Mu’minun: 7)

Sejarah manusia telah membuktikan, betapa banyak dari mereka yang terjatuh ke dalam jurang kenistaan lantaran diperbudak oleh hawa nafsunya; oleh syahwat, cinta butanya kepada harta benda, ambisinya kepada kedudukan dan kekuasaan, oleh ketenaran sesaat. Hal itu bukanlah disebabkan karena mereka kurang cerdas atau kurang pandai atau bodoh, tapi karena ketidakmampuan mereka mengendalikan hawa nafsu.

Ketidakmampuan menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya inilah sebagai penyebab terjadinya dekadensi moral dan etika atau hancurnya akhlaq. Jika hawa nafsu telah menguasai diri seseorang, maka dirinya tidak dapat lagi membedakan antara yang hak dan yang batil, karena akal sehat dan hati nuraninya tak mampu lagi menuntunnya kepada kebenaran.

Para ulama selalu berpesan “Musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsu yang ada di dalam dirimu”. Bahkan nafsu adalah musuh yang paling berbahaya bagi seluruh kehidupan manusia. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an surah Al Jaasiyah: 23, bahwa Allah SWT akan mengunci mati hati dan pendengan serta “membutakan” penglihatan orang yang memperturutkan ajakan hawa nafsunya. Sehingga tertutuplah baginya jalan menuju kebenaran, dan terbukalah jalan kesesatan. Sedangkan orang yang mampu dan senantiasa berusaha menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya yang selalu bergejolak, maka dirinya akan terpelihara dari hal-hal yang dimurkai Allah SWT dan ini akan mengantarkannya kepada ridha Allah SWT. sehingga pantaslah surga sebagai balasan atasnya.

Memperturut hawa nafsu (al hawa al muttaba’) adalah salah satu pangkal kehancuran manusia, hal ini dinyatakan sendiri oleh Rasulullah SAW. Ketika menyebutkan tiga hal yang dapat merusak dan menghan-curkan manusia, sebagaimana hadis beliau:

Tiga perkara yang akan merusak, (1) Hawa nafsu yang diperturutkan, (2) Kikir yang ditaati dan (3) Kekaguman seseorang pada dirinya sendiri”. (HR. Thabrani yang bersumber dari Anas r.a)

Penawar hawa nafsu yang paling ampuh adalah dengan terus melakukan tazkiyatun nafs dan tashfiyatul qalbdawaamudz dzikri ilallah wal ‘ibadah lillah.

Allahu a’lam bishawab

****

Dikisahkan, sekembalinya dari sebuah pertempuran, Nabi Saw berkata, “Kita baru saja pulang dari jihad (perang) kecil menuju jihad terbesar ” Sambil terperangah, para sahabat bertanya, “Apakah gerangan perang terbesar itu wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, perang menaklukkan diri sendiri.” (HR Baihaqi dari Jabir).

Rabu, 21 Juni 2017

CARA MEMBUKA MATA BATHIN

Melakukan ritual atau ibadah secara kontinue dan istiqamah adalah salah satu cara membuka mata batin sehingga hati kembali bersih tanpa noda layaknya sebuah kaca bening jauh dari kotoran sehingga tidak ada lagi halangan untuk memantulkan bayangan dan kemilau yang ada didalamnya. Seseorang dengan hati yang bersih dan suci tak hanya akan memiliki kemampuan melihat hal-hal ghaib tapi juga akan merasakan kenikmatan dan ketentraman jiwa yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Mereka yang memiliki mata batin adalah tanda kebersihan dan kemurnian hati sehingga akan tercermin dalam setiap perilaku dan perbuatannya yang selalu terkendali terutama dari hal-hal negatif serta memiliki rasa welas asih yang tinggi dan bijaksana.

Namun yang menjadi kendala untuk membuka mata batin, sulitnya lepas dari usaha mementingkan diri sendiri, masih senang memelihara keserakahan, kedengkian, ketamakan, kikir dan jauh dari sifat welas asih baik pada sesama atau makhluk lainnya. Urusan duniawi selalu menjadi prioritas sehingga mengabaikan sang pencipta sebagai sandaran dan penentu baik buruk manusia dalam hidup. Jika hal itu masih mewarnai tentu akan sulit untuk mencapai tingkatan batin yang bersih.

Amalan atau bacaan khusus untuk membuka mata batin bukan sebuah prioritas melainkan hanya sarana yang bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam mensucikan diri, tanpa amalan atau bacaan sekalipun asal telah menjalankan ibadah sesuai ketentuan dengan sendirinya mata batin akan terbuka.

Beberapa tahapan yang harus dilakukan dan sebenarnya merupakan kewajiban bagi setiap seorang untuk di jalankan diantaranya :

Tidak pernah meninggalkan ibadah sahalat 5 waktu wajib dalam kondisi apapun

Tidak pernah meninggalkan shalat malam dalam konsisi apapun

Tumbuhkan rasa kasih sayang pada sesama atau makhluk lain

Tanamkan welas asih dalam diri

Memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap orang lain

Suka memberi atau bersedekah

Selalu bersikap rendah hati dalam setiap keadaan

Hilangkan sifat amarah, iri dan dengki

Letakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi

Hindari makanan yang tidak halal

Bersih dari segala prasangka buruk terhadap orang lain

Dan masih banyak lagi yang harus dilakukan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat kebaikan

Jika sudah bisa menjalankan hal-hal tersebut, dalam waktu tidak lama akan merasakan manfaat yang luar biasa, diantaranya adanya kenikmatan dan ketentraman yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Langkah cara membuka batin selanjutnya adalah mengasah diri dan mempertahankan kemurnian hati agar ketajaman mata batin tetap terpelihara dalam diri sepanjang hidup melalui doa-doa atau bacaan sebagai sarana berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Misalnya membaca shalawat 100 kali, istighfar 100 kali, Alfatihah 100 kali setiap selesai sholat malam dan lakukan secara istiqomah

Cara-cara pembukaan mata batin:

Usahakan agar Duduk tegak dan bersila (bisa juga duduk dibangku)

Posisi tangan diletakan terbuka diatas lutut.

Pusatkan diri pada dada sebelah kiri di 1jari dibawah puting susu (maaf).

Pusatkan diri pada mata ketiga yg terletak diantara kedua alis.

tersenyum sejenak dan niat

” Saya siap menerima pembukaan mata bhatin dan mata ketiga saya”
” Ya Allah hamba mohon dibukakan mata bathin dan mata ketiga saya”.
” Ya Allah aktifkan dan buka seluruh energiku dengan seijinMU Ya Allah”.

Nikmati sensasinya.

Proses memakan waktu 15 menit. Bila sdh 15 mnt langsung meditasi 10 menit juga dan proses selesai.

Cara meditasi setelah pembukaan (10 menit):

satukan kedua telapak tangan didepan dada dan niat :
“Selaraskan mata bathin dan mata ketiga saya dan energi yang ada didalam tubuh saya”.

Rasakan energi mengalir dikedua telapak tangan dan menyebar diseluruh tubuh

catatan :

Jangan lupa berdoa sebelum pembukaan.

Niat dan iklas.

Pada saat merasakan pada mata bathin yakni dibawah puting( maaf) susu sebelah kiri tidak perlu terlalu lama. dan setelah itu pusatkan di ajna (diantara kedua alis) untuk pembukaan mata ketiga. Setelah itu cukup merasakan sensasi daripembukaan

Bagian 4:

Cara Belajar Membuka Mata Batin tentunya tidak semudah yang anda bayangkan. Apabila sobat ingin membuka mata batin maka anda harus sudah siap dengan konsekuensi yang diberikannya. Membuka mata batin artinya adalah menghubungkan diri kita dengan dunia yang ada diluar sana. Dengan membuka mata batin kita tersebut, tentunya akan ada banyak sekali manfaat yang akan bisa kita dapatkan dimana salah satunya adalah kita akan bisa melihat sesuatu yang orang lain tidak bisa melihatnya. Membuka mata batin tentu saja juga membutuhkan usaha dan tekat yang kuat agar apa yang kita inginkan tersebut bisa terjapai dan diraih dengan mudah. Inilah beberapa langkah yang bisa anda lakukan dalam rangka membuka mata batin yang anda miliki tersebut.

Pertama

langkah yang harus anda lakukan adalah puasa. Dengan berpuasa maka anda akan mampu untuk memiliki insting dan feeling yang tajam. Ini juga nantinya akan memudahkan anda dalam mendapatkan banyak hal yang anda butuhkan. Puasa yang anda lakukan juga tentunya bisa anda lakukan dengan cara puasa senin kamis atau puasa nabi daud. Dengan melakukan puasa dan menahan diri dari lapar dan dahaga maka sudah pasti banyak manfaat yang nantinya akan bisa anda dapatkan. Puasa merupakan salah satu aktivitas yang sangat menyenangkan untuk dilakukan. Tentu saja dengan puasa tersebut anda akan bisa semakin dekat dengan sang pencipta. Banyak orang yang melakukan puasa dan mereka melihat sebuah keajaiban dari yang namanya puasa tersebut. Mereka melihat bahwa puasa bisa membuka rezeki yang banyak bagi mereka dan juga sangat ampuh untuk memberikan berkah yang signifikan bagi itu di dunia maupun di akhirat. Lama kelamaan jika anda sering berpuasa maka secara tidak langsung mental anda akan terlatih dan nantinya anda akan mampu membuka mata hati anda dengan sendirinya.

Kedua

membuka mata batin juga akan bisa anda lakukan dengan cara melakukan semedi. Sebaiknya anda melakukannya dengan berhati-hati karena semedi akan bisa membuat anda mendapatkan masalah jika anda tidak memiliki kesiapan mental sebelumnya. Semedi biasanya dilakukan oleh banyak orang di goa, air terjun, maupun tempat lainnya. Dengan melakukan semedi tersebut maka sudah pasti banyak manfaat yang akan bisa didapatkan. Semedi akan membuka mata hati kita dengan jelas dan tentu saja hal ini akan membuat kita mampu merasakan apa yang tidak mampu dirasakan oleh orang lain. Mengapa? Hal ini jelas karena dalam proses semedi tersebut kita akan melihat banyak gangguan dari mahluk gaib yang tentunya ingin mengganggu kita saat semedi. Mahluk gaib tersebut biasanya akan mengganggu dengan segala cara, mulai dari dengan mengeluarkan suara gaib tertawa, berteriak, dan lain sebagainya. Atau mungkin saja mereka akan menampakan diri mereka kepada anda secara langsung. Inilah yang kemudian akan membuat banyak orang semakin tidak kuat pada saat melakukan semedi tersebut. Sudah pasti semedi merupakan sesuatu yang sangat tepat untuk anda lakukan jika anda ingin mendapatkan pengetahuan yang istimewa mengenai hal ini.

Ketiga

langkah membuka mata batin ternyata bisa dilakukan dengan doa khusus. Anda bisa berkonsultasi dengan orang yang ahli di bidangnya untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang satu ini. Yang jelas, apabila anda ingin membuka mata batin anda, tidak hanya fisik yang harus anda siapkan tapi juga mental. Dengan memiliki mental dan fisik yang terbaik maka sudah pasti anda akan menemukan cara yang tepat dalam rangka membuat diri anda menjadi lebih baik lagi. Adanya doa khusus untuk membuka mata batin anda tentunya juga akan sangat membantu sekali. Banyak orang yang membaca doa khusus guna membuka mata hati mereka dan tentu saja hal ini akan mampu untuk anda peroleh dengan mudah. Membuka mata hati juga tentu saja membutuhkan sebuah kegigihan. Saat anda membuka mata hati maka ada beberapa pantangan yang tidak boleh anda lakukan, misalnya dilarang melakukan aktivitas tertentu atau dilarang makan makanan tertentu. Dengan mengikuti apa yang harus anda lakukan tersebut maka sudah pasti anda akan merasakan manfaat dari melakukan hal ini.

Selasa, 20 Juni 2017

MENGAMALKAN ISLAM YANG RAHMATAN LIL 'ALAMIN

Dalam mengamalkan Islam yang rahmatan lil 'alamin seorang muslim haruslah memegang teguh satu sifat ukhuwah (persaudaraan). Entah itu ukhuwah Islamiyah, yaitu persaudaraan sesama muslim yang diikat dengan tali akidah iman kepada Alloh Yang Maha Esa.
Sebagaimana Hadits shohih riwayat Al-Bukhari dan Imam Muslim yang berbunyi:
"Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan."

Numun, jika kita pahami sekali lagi agama Islam, maka sesungguhnya kita dapati didalam ajaran Islam, kita sebagai umatnya haruslah memiliki tenggang rasa antar sesama manusia agar terciptanya toleransi. Tanpa memandang adanya perbedaan. Meskipun kita sebagai manusia tidak mungkin menafikan hal itu, dan secara lahiriyah kita dengan manusia lainnya memanglah berbeda-beda ras, suku, bangsa, adat, dan budaya. Namun secara kesadaran penuh kita diberikan nikmat karunia ilmu oleh Alloh SWT. Dan di ajarkan di dalam Islam tidak perlu membeda-bedakan apa-apa yang menjadi perbedaan, karena perbedaan datangnya hanya pada sisi Alloh dan kita sadari penuh sebagai umat muslim. Semua diciptakan oleh Dzat yang Satu, Tunggal, dan Esa. Yaitu Alloh Aza wa Jalla.
Itulah yang disebut sebagai ukhuwah insaniyah. Kita merasa dengan kesadaran penuh, dan mengakui bahwa seluruh umat manusia didunia ini adalah saudara kita. Maka tidak ada perbedaan yang menjadi dasarnya untuk saling bermusuhan, karena tidak ada satu manusiapun yang akan hidup dalam keabadian di dunia ini.

Dengan mengamalkan kedua rasa ukhuwah tersebut. Maka akan lahirlah ukhuwah wathoniyah. Yaitu, saling menjaga kerukunan antar umat beragama. Dan membiasakan rasa saling menghormati perbedaan yang ada didalam kepercayaan masing-masing.
Karena perintah dakwah di dalam Al-Qur'an tidak di benarkan dengan paksaan. Kita tilik kembali sejarah Wali 9 dahulu meng-Islamkan Nusantara adalah dengan akulturasi budaya. Budaya masyarakat ketika itu apa, maka disisipi dengan ajaran agama. Karena perintah dakwah pun tidak bisa di maknai sepihak bil lisan (dengan lisan), namun dakwah yang paling cerdas dan nilainya paling tinggi pada sisi Alloh adalah dakwah bil hal (dengan perbuatan). Karena masuk ke dalam Islam Alloh SWT tidak meridhoi dengan cara paksaan. Jika memang demikian, tentu Baginda Nabi (Agung) Muhammad Shollollohu 'Alaihi Wasallam pasti sudah memaksa pamannya untuk masuk Islam. Namun Alloh jelaskan di dalam ayat Nya bahwa datangnya karunia hidayah adalah hanya pada sisi Alloh. Dari situ kita sadari bahkan Nabi (Agung) Muhammad SAW tidak dapat memberikan hidayah. Apalagi kita yang menjadi umatnya?

"Sesungguhnya kamu adalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka." { QS. Al-Ghôsyiyah: 21-22}

Dari ketiga hal diatas, penulis (sang Sufi Muda) dapati dengan mata bathin bahwa yang paling penting dan utama yang menjadi kunci adalah menjaga ukhuwah insaniyah yang harus dimulai dari diri sendiri. Dari skala yang terkecil yang dimulai dari diri sendiri maka dengan sendirinya akan mencangkup skala yang lebih besar.

Karena menurut hemat saya, rasa ukhuwah yang seharusnya dijaga kini sudah mulai terabaikan karena sudah dinodai oleh kepentingan-kepentingan dunia. Sebagian orang lebih memilih dunia yang memang seperti memiliki pesona yang tidak bisa mereka tolak dengan akal. Karena akal itu sesungguhnya hanya akan menciptakan halusinasi-halusinasi yang indah tentang bayangan kehidupan di dunia ini.
Yang lebih mengerikan dalam pandangan saya adalah, ketika norma-norma ukhuwah bukan hanya tidak lagi di amalkan, namun rusaknya moral atau akhlak setiap diri manusia karena sudah terimplikasi oleh perkembangan jaman dan menjadikannya cenderung mengikuti irama kenikmatan yang di tawarkan dunia. Sehingga kian hari agama tidaklah menjadi penting dalam kehidupan ini. Ajaran agama dirusak oleh berbagai ideologi kepentingan dunia, karena demi jabatan dan kekuasaan. Maka saat itulah, manusia itu buta akan dirinya bahwa kekuasaan ini hanyalah milik Alloh. Itulah kengerian kita umat akhir zaman ini. Memang saat ini, dunia ini nyata dan negeri akhirat hanyalah dongeng belaka, namun ketika kita sudah mati! Maka negeri akhirat adalah kenyataan dan dunia hanyalah cerita.

Maka ikhwal, sebaliknya jika kita mampu mengamalkan ketiga hal tersebut diatas, maka kita tentu (pasti) akan menjadi pribadi yang dicintai oleh Alloh dan Rosul Nya. Karena telah menjalankan kehidupan ini dengan penuh amanah dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Alloh. Diri kita sebagai hamba Alloh, pelayan Alloh. Maka janganlah menjadi pelayan dunia dan hamba dunia.

Itulah sekiranya gambaran Islam yang rahmatan lil 'alamin, haruslah dimulai dari diri kita sendiri. Amar ma'ruf nahi munkar tidak akan tegak di bumi Alloh tanpa dimulai dari diri sendiri.

"Tidak ada alasan untuk berbuat dosa karena kita hidup di bumi Alloh dan hanya akan kembali kepada Nya. Dan tidak ada yang bertanggung jawab atas diri kita kecuali diri kita sendiri, silahkan berbuat dosa dan lakukanlah maksiat sebanyak mungkin, puaskanlah hatimu jika memang dirimu mampu memikul beratnya siksa dan murka Alloh."
(#SufiMuda)

Minggu, 11 Juni 2017

NABI DUA KIBLAT

Ya Imâmal Qiblatain:
(Wahai Nabi Dua Kiblat)

Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Palestina) ke Masjidil Haram adalah merupakan salah satu sejarah terbesar dalam Islam. Untuk itu, perlu bagi kita umat Islam mengetahui hal besar tersebut. Ini merupakan salah satu peristiwa besar yang di jadikan hujjah Imam al-Ghazali membantah pendapat Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa: "Ketentuan Al-Qur'an tidak bisa dihapus dengan Hadits Mutawatir." Kemudian Imam Al-Ghazali membantah itu dengan mengatakan: "Al-Qur'an dapat dihapus dengan Hadits dan Hadits dapat dihapuskan pula dengan Al-Qur'an, karena keduanya sama-sama berasal dari sisi Alloh. Bagaimana tidak? Karena hal itu jelas telah terjadi."

Peristiwa inilah, salah satu yang dijadikan Imam Al-Ghazali memberikan hujjah kepada Imam Syafi'i. Masing-masing Imam besar tentu mempunyai pendapat tentang peristiwa perpindahan kiblat tersebut. Di sini saya dapati dan akan saya nukilkan beberapa pendapat Imam-Imam besar terdahulu yang memang beliau-beliaulah yang merupakan hujjatul Islam pada zamannya. Bahkan pendapat Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam kitabnya Fathul Bâri yang menjadi rujukan seluruh dunia saat ini tidak saya nukilkan di blog saya ini, karena esensi penjelasannya tidak begitu mengena menurut hemat saya sang #SufiMuda. Melalui beberapa pertimbangan dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Imam sebesar Ibnu Hajar Al-'Asqalani, maka saya nukil pendapat Imam besar lainnya yang hidup jauh di zaman beliau.


Nabi Muhammad SAW memiliki keistimewaan khusus terkait dengan tempat yang beliau suka untuk menjadi kiblat, hal ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:

“Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.” (Qs. Al-Baqoroh: 144)

Kalimat ini berada dalam ayat yang membicarakan tentang perubahan kiblat, berikut adalah ayatnya:

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Qs. Al-Baqoroh: 144).

Allamah Thabathabai dalam tafsir Al-Mizan mengatakan ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum turunnya ayat tersebut Rosululloh SAW menengadahkan wajahnya ke langit, dan hal itu beliau lakukan untuk menanti dan mengharap turunnya wahyu yang berkaitan dengan kiblat, dimana beliau ingin Alloh SWT memuliakan beliau dengan kiblat yang dikhususkan untuk beliau SAW dan umatnya, namun bukan karena beliau tidak suka dengan Masjidil Aqsho sebagai kiblat, sebab rasa suka terhadap sesuatu tidak berarti ia benci kepada hal lainnya. Kaum Yahudi sesuai dengan riwayat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat ini, mereka mengejek kaum muslimin karena telah mengikuti kiblat mereka dan mereka merasa bangga akan hal itu, maka Rosululloh SAW merasa sedih karenanya, beliau lalu keluar di malam yang gelap menengadahkan wajahnya ke langit sembari menunggu wahyu dari Alloh SWT yang bisa mengobati kesedihan beliau, kemudian turunlah ayat ini, seandainya ayat yang turun itu menetapkan kiblat yang sebelumnya niscaya ia menjadi hujjah bagi kaum Yahudi dan tidak ada kehinaan bagi Rosululloh SAW serta kaum muslimin dengan menghadap ke kiblat mereka, dan bahwa kewajiban seorang hamba tidak lain adalah untuk mematuhi dan menerimanya. Akan tetapi ayat ini turun dengan kiblat baru sehingga ia mematahkan penghinaan dan kesombongan mereka di samping juga sebagai penetapan taklif, maka ia menjadi hujjah dan persetujuan dari Allah atas keinginan Rosul-Nya. {1}

Dalam kitab Majma’ Al-Bayan, disebutkan dari Ibn Abbas bahwa penyebab beliau ingin merubah kiblat ke Ka’bah adalah karena Ka’bah merupakan kiblat kakek beliau Ibrahim AS dan kiblat kakek buyutnya, ada juga yang mengatakan penyebabnya adalah karena kaum Yahudi mengatakan: "Agama kita berbeda dengan agama Muhammad namun dia mengikuti kiblat kita," ada yang mengatakan hal itu karena bangsa Arab mencintai Ka’bah dan sangat mengagungkannya sehingga menghadap ke arahnya adalah untuk memikat hati mereka agar mereka senang melaksanakan sholat dengan menghadap kepadanya, dan Rosululloh SAW juga senang mengajak mereka ke agama Islam, semua pengertian di atas mungkin diterima karena tidak ada pertentangan di dalamnya, dalam ayat ini disebutkan: “Kiblat yang kamu sukai” maksudnya adalah adanya kecintaan Rosululloh SAW pada Ka’bah untuk menjadi kiblat namun bukan berarti beliau tidak suka pada kiblat yang pertama. {2}

Dalam kitab ini disebutkan riwayat dari Ibn Abbas bahwa ia berkata: "Baitulloh secara keseluruhannya adalah kiblat dan kiblat darinya adalah pintunya, sedangkan Baitulloh adalah kiblat bagi orang-orang yang ada di Masjidil Haram, sementara Masjidil Haram adalah kiblat bagi penduduk tanah suci, dan tanah suci (Mekkah) adalah kiblat bagi seluruh penduduk Bumi." Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan para sahabat Nabi SAW: "Bahwasanya tanah suci Mekkah adalah kiblat bagi seluruh penduduk Bumi yang jauh dari Mekkah." {3}

Beberapa Ulama’ tahqiq mengatakan: Di antara kesempurnaan (akhlak) Rosululloh SAW adalah bahwa beliau memilih untuk menunggu (wahyu dari Alloh tentang perubahan kiblat) dan tidak memintanya, sisi inilah yang disukai oleh Alloh, Ia pun kemudian memberikan apa yang beliau inginkan. {4}

Penulis kitab Al-Manar menukil dari gurunya Muhammad Abduh bahwa ia berkata: Sangat memungkinkan (penyebab dari keinginan beliau SAW untuk berkiblat ke Ka’bah adalah karena) beliau rindu kepada kiblat Ibrahim AS sebagaimana beliau datang untuk menghidupkan kembali dan memperbarui dakwah Ibrahim, dan keinginan beliau ini tidak dianggap sebagai ketidak senangan terhadap perintah Alloh dan mengutamakan keinginan beliau sendiri. Tidak demikian! Karena sesungguhnya keinginan para Nabi tidak dianggap sebagai penentangan terhadap perintah Alloh SWT atau persetujuan terhadap keinginan-Nya, tapi derajatnya lebih detail dan samar yakni bahwa jiwa Nabi SAW telah terisi agama secara ringkas sebelum wahyu turun kepadanya dengan merinci permasalahan-permasalahannya. {5}

Dalam Al-Kasyaf disebutkan bahwa Rosululloh SAW mengharapkan Tuhan nya untuk merubah kiblat ke Ka’bah karena ia adalah kiblat kakeknya Ibrahim AS dan supaya lebih mudah mengajak bangsa Arab untuk beriman karena Ka’bah adalah kebanggaan mereka dan tempat yang sering mereka kunjungi dan tempat mereka thowaf, dan untuk membedakan identitas dengan bangsa Yahudi, Jibril AS pun turun dengan membawakan wahyu tentang perubahan kiblat (dan Alloh memberikan apa yang beliau inginkan). {6}

Waktu Perubahan Kiblat:

Berkaitan dengan waktu terjadinya perubahan kiblat disebutkan bahwa hal itu terjadi pada bulan Rajab setelah tergelincirnya Matahari pada saat Rosululloh SAW sedang melaksanakan sholat bersama para sahabatnya di masjid Bani Salamah, di sana beliau SAW melaksanakan solat dzuhur baru dua roka'at kemudian beliau SAW berpindah dalam sholatnya dan menghadap ke arah saluran air, setelah itu jamaa’ah beliau yang laki-laki menggantikan tempat para wanita dan yang wanita menggantikan tempat laki-laki, masjid ini dinamakan dengan Masjid Qiblatain (Dua Kiblat ). {7}

Diriwayatkan dari At-Thabrasi dari Imam Shadiq AS beliau berkata: Kiblat telah berubah ke Ka’bah setelah Rosululloh SAW melaksanakan sholat di Mekkah dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsho) selama dua puluh tiga tahun. Dan setelah beliau hijrah ke Madinah beliau sholat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama tujuh bulan, Imam melanjutkan: Kemudian Alloh menghadapkan beliau ke Ka’bah, hal itu adalah karena bangsa Yahudi telah mengejek Rosululloh SAW dan berkata: Engkau mengikuti kami, kamu sholat dengan menghadap ke arah kiblat kami, hal itu membuat Rosul SAW sangat sedih, beliau kemudian keluar di tengah malam memandang ke langit dan menunggu titah dari Alloh berkaitan dengan hal itu, ketika memasuki waktu pagi dan tiba waktu solat dzuhur beliau pergi ke masjid Bani Salim (Salamah), saat beliau SAW telah melaksanakan sholat dzuhur dua rokaat tiba-tiba Jibril AS turun memegang kedua lengan beliau sembari memalingkan beliau ke arah Ka’bah dan menurunkan ayat berikut kepada beliau:

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.

Pada saat itu Rosul SAW melaksanakan sholat dua rokaat dengan menghadap ke Baitul Maqdis dan dua rokaat dengan menghadap ke Ka’bah. Maka kaum Yahudi dan orang-orang dungu berkata:

“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat mereka (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya?” (Qs. Al-Baqoroh: 142) {8}

Diriwayatkan dari Imam Hasan Al-Askari AS bahwa satu kaum dari bangsa Yahudi mendatangi Rosululloh SAW mereka berkata: Wahai Muhammad, engkau telah melaksanakan sholat selama dua puluh empat tahun dengan menghadap ke kiblat kami ini (Baitul Maqdis), kemudian engkau sekarang meninggalkannya, apakah yang telah kamu lakukan itu adalah kebenaran (berkiblat ke Baitul Maqdis) lalu (mengapa) engkau meninggalkannya dan memilih kebathilan, ataukah ia merupakan kebathilan namun (mengapa) engkau melakukannya selama ini, lalu apa yang bisa membuat kami percaya bahwa engkau sekarang tidak berada dalam kebathilan?
Rasul SAW menjawab: Hal itu adalah benar dan ini juga benar, Alloh SWT berfirman:

“Katakanlah: “Kepunyaan Alloh-lah Timur dan Barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (Qs. Al-Baqoroh: 142)

Jika Alloh mengetahui kebaikan bagi kalian dengan menghadap ke arah Timur niscaya Ia telah memerintahkan kalian untuk melakukannya dan jika Alloh mengetahui adanya kebaikan bagi kalian dengan menghadap ke arah Barat niscaya Ia telah memerintahkannya pula, dan apabila Alloh mengetahui bahwa kebaikan bagi kalian bukan pada keduanya, niscaya Ia telah memerintahkan kalian untuk tidak menghadap pada keduanya, maka janganlah kalian mengingkari pengaturan Alloh kepada hamba-hamba-Nya dan keinginan-Nya untuk memberikan yang terbaik kepada kalian. {9}

Hikmah Dari Perubahan Kiblat:

Seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al-Askari AS: Wahai putra Rosululloh, mengapa Alloh SWT memerintahkan untuk menghadap ke kiblat yang pertama? Beliau menjawab: Alasannya adalah sebagaimana yang di firmankan Alloh Azza Wa Jalla:

“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang dahulu menjadi kiblatmu (Baitul Maqdis) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul dan siapa yang membelot.” (Qs. Al-Baqoroh: 143)

Tujuannya adalah untuk mengetahui (membuktikan) bahwa itu benar-benar terjadi dan Alloh telah mengetahuinya bahwa hal itu akan terjadi (itmamul hujjah). Hal itu adalah karena penduduk Mekkah sangat mencintai Ka’bah maka Alloh ingin membuktikan siapa yang mengikuti Muhammad dan siapa yang menentangnya dengan menghadap ke kiblat yang tidak mereka sukai (Baitul Maqdis), sedang Muhammad adalah orang yang memerintahkannya. Sementara saat penduduk Madinah suka menghadap ke Baitul Maqdis, Alloh memerintahkan untuk berpaling darinya dan menghadap ke Ka’bah untuk membuktikan siapa yang tetap taat kepada Muhammad dalam hal yang tidak ia sukai. Kemudian Alloh SWT berfirman:

“Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alloh.” (Qs. Al-Baqoroh: 143)

Sesungguhnya perintah menghadap ke Baitul Maqdis pada waktu itu terasa sangat berat bagi mereka kecuali bagi orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Alloh, maka mereka memahami bahwa terkadang Alloh disembah dengan cara yang berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh seorang hamba untuk menguji ketaatannya saat harus melakukan hal yang bertentangan dengan keinginannya. {10}

Berkaitan dengan hikmah pemindahan kiblat dan diistimewakannya kaum muslimin dengan kiblat yang khusus untuk mereka Sayyid Quthbi mengatakan: Ini adalah kejadian yang agung dalam sejarah umat Islam dan di dalamnya terdapat pengaruh yang jelas dalam kehidupan mereka. Pertama kiblat berubah dari Ka’bah ke Masjidil Aqsha adalah karena adanya hikmah pendidikan di dalamnya hal ini ditunjukkan oleh ayat; Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang dahulu menjadi kiblatmu (Baitul Maqdis) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul dan siapa yang membelot.

Dahulu pada masa jahiliyah bangsa Arab sangat mengagungkan Baitul Haram dan menganggapnya sebagai simbol kemuliaan mereka. Islam ingin memurnikan hati mereka hanya untuk Alloh dan mengosongkannya dari keterkaitan kepada selain-Nya. Serta menyelamatkannya dari setiap kelompok dan golongan non-Islam. Mulanya Alloh memindahkan kiblat mereka dari Baitul Haram dan memilih Masjidil Aqsha untuk menjadi kiblat mereka sementara waktu, untuk mensucikan hati mereka kotoran-kotoran jahiliyah dan dari segala hal yang berkaitan dengannya di masa jahiliyah dan untuk mengungkap siapa yang mengikuti Rosul dengan penuh ketaatan, kesetiaan, dan kerelaan. Dan siapa yang berbelot dan tetap berbangga dengan kejahiliyahan mereka yang berkaitan dengan ras, bangsa, tanah air dan sejarah mereka.

Dan ketika kaum Muslimin telah berserah diri (kepada Alloh) dan menghadap ke arah kiblat (Masjidil Aqsha) yang diperintahkan oleh Rosulullah SAW pada waktu yang sama kaum Yahudi mulai mengejek dan menganggap hal ini sebagai hujjah bagi mereka. Lalu muncul titah Tuhan untuk kembali menghadap ke Masjidil Haram namun disertai dengan hakikat lain yang ditanamkan dalam jiwa kaum muslimin yakni hakikat Islam, hakikat bahwa rumah ini adalah tempat yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail hanya untuk Alloh dan untuk menjadi warisan umat Islam yang muncul setelahnya sebagai jawaban dari doa Ibrahim kepada Tuhannya untuk mengutus seorang Rosul dari kalangan mereka yang mengajak kepada Islam yang (dahulu juga) ia tegakkan bersama putera dan para pengikutnya. {11}

Terjadinya perubahan kiblat kaum muslimin ke Masjidil Haram yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta adanya doa keduanya tersebut menunjukkan bahwa menghadap ke Masjidil Haram itu adalah hal yang alami, logis dan merupakan warisan turun-temurunan kaum muslimin dari agama Ibrahim serta sesuai dengan perjanjian Ibrahim dengan Tuhannya.

Dan alasan kaum muslimin sementara waktu diperintahkan untuk menghadap ke Masjidil Aqsha yang juga menjadi kiblat bangsa Yahudi dan Nasrani, itu adalah karena adanya hikmah khusus yang ditunjukkan oleh ayat: (agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul) dan ketika Alloh menghendaki untuk menyerahkan warisan (Ibrahim) kepada umat muslim, datanglah perintah perubahan kiblat: yakni perubahan kiblat ke rumah Alloh yang pertama yang dibangun oleh Ibrahim untuk membedakan kaum muslimin dengan keistimewaan warisan yang bersifat emosional, warisan agama, warisan kiblat, dan warisan kebaikan dari Alloh. Hal ini adalah karena peng-khususan dan perbedaan adalah hal yang penting bagi kaum muslimin. {12}

{1} Jilid 1, Hal. 328

{2} Jilid 1, Hal. 227

{3} Ibid

{4} Al-Manar, Jilid 2, Hal. 15

{5} Ibid, Hal. 14

{6} Jilid 1, Hal. 202

{7} Ibid

{8} Tafsir Al-Burhan, Jilid 1, Hal. 340

{9} Nur ats-Tsaqalain, Jilid 1, Hal. 112

{10} Hadits Nur Ats-Tsaqalain, Jilid 1, Hal. 114

{11} Tafsir Quthbi, Jilid 1, Hal. 174

{12} Ibid, Hal 175

K I A M A T (sudah dekat)

BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM 


Kronologi: Ketahuilah suatu tanda-tanda bahwa hari kebangkitan akan tiba sebentar lagi. 


Pukul 04:00 pagi kita bangun untuk melaksanakan sholat shubuh. Kemudian kita bersiap-siap untuk pergi ke tempat kerja, sampai di kantor pukul 07:00 pagi, hari pun masih terlihat gelap, mungkin kita anggap hari ini akan hujan, jadi abaikan! Masuk kantor, kemudian kita laksanakan aktifitas bekerja dan kita lihat waktu, ternyata sudah pukul 12:00 siang, tidak terasa sudah waktunya makan siang, suasana masih gelap, begitu pun keluar pintu kantor kita lihat langit ternyata masih gelap gulita, hitam pekat seperti malam, mungkin masih bisa dianggap hari ini akan turun hujan lagi. Jadi abaikan saja! Pukul 14:00 siang kita lihat langit masih gelap, hujan lebat yang kita sangka-sangka pun tak kunjung turun. Namun jika pada pukul 15:00 sore hari masih gelap? Pertanda apa itu? Keesokkan hari pun sama...melihat berita di tv semua orang 'kalang kabut' menceritakan bahwa dunia ini sudah tidak ada lagi siangnya, langit selalu gelap, dan begitu juga dengan lusa. Sudah tiga hari masih tidak ada Matahari. Namun pada hari keempat kita bangun pagi, kita dapat melihat Matahari seperti biasa. (Al Hamdulillaah) Tetapi jangan terkejut, karena berita-berita di tv seluruh dunia mengabarkan Matahari telah terbit dari sebelah Barat. Kehebatan para ahli dunia lalu akan mengatakan itu adalah sebuah fenomena alam yang unik yang terjadi beberapa ratus tahun sekali, mungkin. Tapi sadarlah, bahwa itulah sebenarnya pertanda besar yang paling awal sebelum terjadinya hari Kiamat. Maka, pada saat itu juga, telah tertutup pintu taubat dari segala penjuru langit. Alloh SWT telah menutup pintu taubat bagi seluruh umat manusia. Pada saat itu kita akan melihat fenomena yang luar biasa, dimana golongan kaya akan keluarkan semua hartanya untuk diinfaqkan. Golongan yang tidak pernah baca Al-Qur'an akan rela 24 jam penuh untuk sekedar membaca Al-Qur'an. Golongan yang tidak pernah melaksanakan sholat berjamaah akan berlari-lari, berbondong-bondong memenuhi masjid-masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Jalan-jalan penuh, dipenuhi oleh ribuan orang jamaah, mereka semua menangis memohon ampunan kepada Alloh. Tangisan mereka penuh rasa penyesalan karena kelalaian mereka selama hidupnya untuk beribadah kepada Alloh. Setiap hari seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia hanya menangis penuh ratapan air mata dan penyesalan yang begitu amat mendalam. Merintih. Menangis, menangis, dan menangis mengharapkan ampunan dari Alloh... 

Tapi sayangnya, semua itu sudah tidak berguna lagi...karena pada hari itu, pintu-pintu taubat telah tertutup karena akan terjadi hari Kiamat. 

IDZAA WAQO'ATIL WAAQI'AH (apabila terjadi hari Kiamat) 

LAISA LIWAQ'ATIHAA KAADZIBAH (tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya) 

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim... 

Kenapa kita tidur saat Alloh memanggil? Panggilan Alloh kita abaikan, tapi kita sanggup menahan kantuk saat menonton film atau menonton tv selama berjam-jam? Kenapa kita bosan saat membaca Al-Qur'an? Melainkan kita lebih rela membaca timeline twitter, wall facebook, novel atau buku lainnya? Melihat tv pagi, siang, malam? Kenapa kita senang sekali mengabaikan pesan dari Alloh? Tapi kita sanggup memforward pesan yang aneh-aneh? Kenapa masjid semakin kecil dan sepi? Tapi bar dan club malam, bahkan mall semakin besar dan ramai? Kenapa kita lebih sangat senang menyembah artis? Mengagung-agungkan namanya? Tapi sangat susah untuk menemui Alloh? 

Pikirkan itu!!! 

Karena ini bukanlah sebuah lelucon, guyonan, stand up comedy atau bahan materi tertawaan lainnya, dan apabila sudah terjadi hari seperti di atas, maka apa lagi yang bisa kita perbuat? Alloh berkata: "Jika kamu menyangkal Aku di depan teman-temanmu, Aku akan menyangkal kamu pada saat hari penghakiman." Dimana seluruh umat manusia akan diadili dengan seadil-adilnya. Pengadilan Qothi Robbul Jalil. Sampaikanlah tentang hari Kiamat dan berita mengenai hari Kiamat kepada teman, saudara kita, sanak keluarga dan semua orang-orang terdekat yang kita cintai agar mereka selamat, dengan tutur bahasa yang mudah dipahami dan cara penyampaian kita masih-masing. 

"Barang siapa yang menyampaikan satu ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya, maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia akan tetap memperoleh pahala dari apa yang dikerjakan oleh seseorang tersebut. Renungkanlah: 

KIAMAT menurut agama Islam di tandai dengan: 

- Kemunculan Imam Mahdi 

- Kemunculan Dajjal 

- Turunnya Nabi Isa (AS) 

- Kemunculan Yakjuj dan Makjuj 

- Terbitnya Matahari dari Barat ke Timur 

- Pintu pengampunan akan ditutup 

- Dab'bat al-Ard akan keluar dari tanah dan akan menandai muslim yang sebenar-benarnya 

- Kabut selama 40 hari akan mematikan semua orang-orang beriman sejati sehingga mereka tidak perlu mengalami tanda-tanda Kiamat lainnya (Karena menurut riwayat, semua orang (umat manusia) yang mengalami tanda-tanda Kiamat diatas, semua (seluruhnya) tidak akan masuk surga. 

- Lalu, sebuah kebakaran besar akan menyebabkan kerusakan 

- Pemusnahan / runtuhnya Ka'bah di Mekkah 

- Tulisan di dalam Al-Qur'an akan lenyap /hilang (kembali ke Lauhul Mahfuzh) 

- Sudah tidak terdengar lagi kumandang adzan bersahut-sahutan silih berganti di seluruh penjuru dunia 

- Sangkakala akan ditiupkan pertama kalinya, membuat hati semua makhluk yang hidup dan mati yang ada di alam semesta ini merasa bimbang dan takut, hati mereka merasa sangat ketakutan 

- Tiupan sangkakala yang kedua kalinya akan mematikan semua makhluk yang hidup 

- Dan yang ketiga akan menghidupkan setiap makhluk yang mati, dan bangkit kembali, itulah hari kabangkitan Nabi Muhammad SAW telah bersabda: "Barang siapa yang mengingatkan ini kepada orang lain, akan kubuatkan tempat di Syurga baginya pada hari penghakiman kelak." 

Alloh juga telah berfirman: "Jika engkau lebih mengejar duniawi dari pada mengejar dekat dengan Ku, maka Aku berikan, tapi Aku akan menjauhkan kalian dari Syurga Ku." 

Sampaikanlah pesan ini semampumu dan seikhlasmu kepada sesama muslim, tentang akan datangnya hari Kiamat, sampaikanlah walau hanya pada satu orang. Karena, saat kamu membawa Al-Qur'an, setan biasa-biasa saja. Saat kamu membukanya, setan mulai curiga. Saat kamu membacanya, ia gelisah. Saat kamu memahaminya, maka ia kejang-kejang. Saat kamu mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari, ia menderita stroke. Terus dan terus baca dan amalkan, maka setan semakin parah ia menderita stroke dan mati. "Hidup tak ubahnya seperti air, bergerak mengalir dari hulu, berproses, menuju muara." 

INNA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI ROOJI'UUN Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Alloh dan hanya kepada Alloh juga kami akan kembali (Al-Baqara 2:156) 

Bertaubatlah, banyak-banyak mengingat Alloh sebelum terlambat, bahkan sebelum pintu taubat tertutup untuk bertaubat, mumpung saat ini masih terbuka lebar-lebar. Karena kita tidak pernah tahu kapan kita mati, mungkin detik ini juga, mungkin lusa, minggu depan, bulan depan, atau tahun depan tidak ada jaminan, tidak ada yang menjamin kehidupan kita akan naik ke Syurga kelak kecuali amal-amal ibadah kita di ridhoi Alloh. Kita tidak bisa memilih, punya orang tua seperti orang tua saat ini, tahu-tahu sudah punya orang tua ini dan itu. Kita tidak bisa memilih hidup dalam keadaan kaya ataupun miskin, tahu-tahu sudah dengang kondisi seperti saat ini, kita tidak bisa memilih lahir dan dilahirkan di kota mana dan negara mana? Tahu-tahu sudah lahir dan tinggal di kota ini dan negara ini. Tapi untuk menjadi baik atau buruk? Itu tergantung pilihan kita sendiri...

Amal itu adalah tabungan dan tabungan itu investasi, itu bekal kita untuk bisa naik ke Syurga yang kekal dan penuh dengan kenikmatan. Mari kita berlomba-lomba dalam mencari rahmat dan ridho Alloh, sebelum terlambat. Rosululloh SAW bersabda: Apabila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala dan segala amal, kecuali tiga hal yang tetap kekal, yaitu: sodaqah jariyah (amalan yang tidak terputus-putus), Ilmu yang bermanfaat (sebagai bekal kita dan bermanfaat bagi orang lain), anak sholeh yang senantiasa mendo'akannya. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari & Muslim) 

Sekian dari saya, terimakasih... Saling mengingatkan itulah bukti persaudaraan kita. 

Penulis:  Jadmiko

Sumber: Catatan Facebook / Jadmiko (27/Desember/2015)