Kamis, 08 Juni 2017

PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI MENGENAI TASAWUF (SUFISME)

Bergabung dengan kalangan sufi adalah fardhu ‘ain. Sebab tidak seorangpun terbebas dari aib dan kesalahan kecuali para Nabi. (Imam Al-Ghazali)

 

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i dikenal dengan nama Imam al Ghazali lahir tahun 450 H/1058 M di propinsi Khurasan, Irak. Beliau mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah sehingga digelari sebagai hujjatul Islam. Diantara banyak karya tasawuf yang beliau karang yang sangat terkenal sampai sekarang adalah Ihya Ulumuddin (Kebangkitan ilmu-ilmu Agama).

Imam al Gahazali pada mulanya bukanlah pengamal tasawuf bahkan beliau tidak begitu mempercayai fenomena-fenomena kekeramatan yang di alami oleh orang-orang sholeh sampai Alloh sendiri yang memberikan petunjuk kepada beliau sebagai mana yang beliau ceritakan berikut yang di kutip dari buku Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf :

Pada awalnya aku adalah orang yang mengingkari kondisi spiritual orang-orang sholeh dan derajat-derajat yang dicapai oleh para ahli makrifat. Hal ini terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan Mursyid-ku, Yusuf an Nasaj. Dia terus mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga akhirnya aku memperoleh karunia-karunia ilahiyah. Aku dapat melihat Alloh dalam mimpi. Dia berkata kepadaku, “wahai Abu Hamid, tinggalkanlah segala kesibukan mu. Bergaullah dengan orang-orang yang telah Aku jadikan tempat untuk pandangan-Ku di bumi-Ku. Mereka adalah orang-orang yang menggadaikan dunia dan akhirat karena mencintai Aku.” Aku berkata, “Demi kemulyaan-Mu, aku tidak akan melakukannya kecuali Engkau membuatku dapat merasakan sejuknya berbaik sangka kepada mereka.” Alloh berfirman, “Sungguh Aku telah melakukannya. Yang memutuskan hubungan antara engkau dan mereka adalah kesibukan mu mencintai dunia. Maka keluarlah dari kesibukan mu mencintai dunia dengan suka rela sebelum engkau keluar dari dunia dengan penuh kehinaan. Aku telah melimpahkan kepadamu cahaya-cahaya dari sisi-Ku Yang Maha Suci.” 

Aku bangun dengan penuh gembira. Lalu aku mendatangi Syekh-ku, Yusuf an Nasaj, dan menceritakan tentang mimpiku itu. Dia tersenyum sambil berkata, “Wahai Abu Hamid, itu hanyalah lembaran-lembaran yang pernah kami peroleh di fase awal perjalanan kami. Jika engkau tetap bergaul denganku, maka mata hati mu akan semakin tajam.”

Pengalaman Imam Al Ghazali berjumpa dengan Alloh dalam mimpi atas bimbingan Guru Mursyid nya menyebabkan beliau sangat yakin dengan ilmu tasawuf yang selama ini tidak menjadi perhatiannya. Pengalaman yang tidak pernah beliau alami sebelumnya walaupun telah hafal Al-Qur’an, ribuan Hadist dan berbagai karya ulama-ulama besar. Dan dari keterangan Guru Mursyid nya, beliau ternyata berjumpa dengan Alloh dalam mimpi yang dialami oleh Imam Al Ghazali itu hanyalah fase awal dari perjalanan rohani. Tentu saja pengalaman-pengalaman spiritual yang dialami oleh Imam al Ghazali bisa juga dialami oleh orang lain asal memenuhi rukun dan syaratnya.

Imam al Ghazali berpendapat bahwa sangat penting bagi seseorang yang menempuh perjalan rohani mempunyai seorang Guru Mursyid yang membimbing agar tidak tersesat sebagaimana yang beliau kemukakan:

“Di antara hal yang wajib bagi para salik yang menempuh jalan kebenaran adalah bahwa dia harus mempunyai seorang Mursyid dan pendidikan spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya, serta melenyapkan akhlak yang tercela. Yang di maksud pendidikan di sini, hendaknya seorang pendidik spiritual menjadi seperti petani yang merawat tanamannya. Setiap kali melihat batu atau tumbuhan yang membahayakan tanamannya, maka dia langsung mencabut dan membuangnya. Dia juga selalu menyirami tanamannya agar dapat tumbuh dengan baik dan terawat, sehingga menjadi lebih baik dari tanaman lainnya. Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang salik harus mempunyai seorang Mursyid. Sebab Alloh mengutus para Rosul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke jalan lurus. Dan sebelum Rosululloh SAW wafat, Beliau telah menetapkan para Khalifah sebagai wakil beliau SAW untuk menunjukkan manusia ke jalan Alloh. Begitulah seterusnya, sampai hari Kiamat. Oleh karena itu, seorang salik mutlak membutuhkan seorang Mursyid.”

Menurut Imam al Gahazali, pada umumnya manusia tidak bisa melihat penyakit-penyakit jiwa mereka sendiri kecuali orang-orang yang telah terbuka hijabnya dan telah tercerahkan lewat bimbingan Mursyid. Seseorang hanya dapat melihat korotan saudaranya tapi dia tidak bisa melihat kotorannya sendiri. Seorang Mursyid atas karunia Alloh mengetahui penyakit-penyakit hati manusia. Oleh karenanya kata Imam Al Ghazali apabila menusia ingin mengetahui penyakit-penyakit jiwanya hendaknya dia duduk di hadapan Mursyid yang mengetahui penyakit-penyakit jiwa dan menyingkap aib-aib yang tersembunyi. Dia harus mengendalikan hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk Mursyidnya itu dalam melakukan mujahadah. Inilah sikap seorang murid terhadap mursyid nya atau sikap seorang pelajar terhadap gurunya. Dengan demikian, mursyid atau gurunya akan dapat mengenalkannya tentang penyakit-penyakit yang ada dalam jiwanya dan cara mengobatinya.

Zaman sekarang orang menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu-ilmu yang tidak berhubungan dengan dirinya sendiri dan melupakan tentang ilmu mengenal diri. Tasawuf adalah ilmu untuk penyucian hati dan jiwa dan ilmu untuk mengenal diri agar bisa mengenal Tuhan. Tasawuf bukan sekedar ilmu yang dibaca dan dihapal lalu dipraktekkan menurut selera masing-masing. Tasawuf pada intinya adalah ilmu kerohanian yang membutuhkan seorang master yang ahli untuk membimbing manusia kepada Tuhan. Dialah mursyid yang bukan hanya mengatakan bahwa Alloh itu Esa dengan segala sifat-sifat-Nya tapi juga bisa mengantarkan muridnya langsung bertemu dengan Alloh sebagaimana pengalaman Imam Al Ghazali di antarkan kehadirat Alloh oleh Guru Mursyid nya.

Saya selalu bersyukur kehadirat Alloh SWT atas karunia-Nya yang tidak terhingga dengan di perkenalkan saya dengan salah seorang Auliya-Nya. Beliau lah yang membimbing saya kehadirat Alloh SWT menemukan cahaya dalam kegelapan hati. Tanpa Mursyid, sungguh saya hanyalah seorang hamba baca yang merasa tahu tanpa bisa merasakan apa-apa.

Semoga Alloh Yang Maha Rohman dan Maha Rohim akan selalu mengekalkan kita dalam karunia-Nya bersama dengan kekasih-Nya di muka bumi, memberikan kesempatan untuk terus menyaksikan keindahan wajah-Nya, mengizinkan kita untuk terus mendengar firman-Nya yang Maha Menggetarkan. 


#SufiMuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar