Minggu, 11 Juni 2017

NABI DUA KIBLAT

Ya Imâmal Qiblatain:
(Wahai Nabi Dua Kiblat)

Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Palestina) ke Masjidil Haram adalah merupakan salah satu sejarah terbesar dalam Islam. Untuk itu, perlu bagi kita umat Islam mengetahui hal besar tersebut. Ini merupakan salah satu peristiwa besar yang di jadikan hujjah Imam al-Ghazali membantah pendapat Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa: "Ketentuan Al-Qur'an tidak bisa dihapus dengan Hadits Mutawatir." Kemudian Imam Al-Ghazali membantah itu dengan mengatakan: "Al-Qur'an dapat dihapus dengan Hadits dan Hadits dapat dihapuskan pula dengan Al-Qur'an, karena keduanya sama-sama berasal dari sisi Alloh. Bagaimana tidak? Karena hal itu jelas telah terjadi."

Peristiwa inilah, salah satu yang dijadikan Imam Al-Ghazali memberikan hujjah kepada Imam Syafi'i. Masing-masing Imam besar tentu mempunyai pendapat tentang peristiwa perpindahan kiblat tersebut. Di sini saya dapati dan akan saya nukilkan beberapa pendapat Imam-Imam besar terdahulu yang memang beliau-beliaulah yang merupakan hujjatul Islam pada zamannya. Bahkan pendapat Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam kitabnya Fathul Bâri yang menjadi rujukan seluruh dunia saat ini tidak saya nukilkan di blog saya ini, karena esensi penjelasannya tidak begitu mengena menurut hemat saya sang #SufiMuda. Melalui beberapa pertimbangan dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Imam sebesar Ibnu Hajar Al-'Asqalani, maka saya nukil pendapat Imam besar lainnya yang hidup jauh di zaman beliau.


Nabi Muhammad SAW memiliki keistimewaan khusus terkait dengan tempat yang beliau suka untuk menjadi kiblat, hal ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:

“Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.” (Qs. Al-Baqoroh: 144)

Kalimat ini berada dalam ayat yang membicarakan tentang perubahan kiblat, berikut adalah ayatnya:

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Qs. Al-Baqoroh: 144).

Allamah Thabathabai dalam tafsir Al-Mizan mengatakan ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum turunnya ayat tersebut Rosululloh SAW menengadahkan wajahnya ke langit, dan hal itu beliau lakukan untuk menanti dan mengharap turunnya wahyu yang berkaitan dengan kiblat, dimana beliau ingin Alloh SWT memuliakan beliau dengan kiblat yang dikhususkan untuk beliau SAW dan umatnya, namun bukan karena beliau tidak suka dengan Masjidil Aqsho sebagai kiblat, sebab rasa suka terhadap sesuatu tidak berarti ia benci kepada hal lainnya. Kaum Yahudi sesuai dengan riwayat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat ini, mereka mengejek kaum muslimin karena telah mengikuti kiblat mereka dan mereka merasa bangga akan hal itu, maka Rosululloh SAW merasa sedih karenanya, beliau lalu keluar di malam yang gelap menengadahkan wajahnya ke langit sembari menunggu wahyu dari Alloh SWT yang bisa mengobati kesedihan beliau, kemudian turunlah ayat ini, seandainya ayat yang turun itu menetapkan kiblat yang sebelumnya niscaya ia menjadi hujjah bagi kaum Yahudi dan tidak ada kehinaan bagi Rosululloh SAW serta kaum muslimin dengan menghadap ke kiblat mereka, dan bahwa kewajiban seorang hamba tidak lain adalah untuk mematuhi dan menerimanya. Akan tetapi ayat ini turun dengan kiblat baru sehingga ia mematahkan penghinaan dan kesombongan mereka di samping juga sebagai penetapan taklif, maka ia menjadi hujjah dan persetujuan dari Allah atas keinginan Rosul-Nya. {1}

Dalam kitab Majma’ Al-Bayan, disebutkan dari Ibn Abbas bahwa penyebab beliau ingin merubah kiblat ke Ka’bah adalah karena Ka’bah merupakan kiblat kakek beliau Ibrahim AS dan kiblat kakek buyutnya, ada juga yang mengatakan penyebabnya adalah karena kaum Yahudi mengatakan: "Agama kita berbeda dengan agama Muhammad namun dia mengikuti kiblat kita," ada yang mengatakan hal itu karena bangsa Arab mencintai Ka’bah dan sangat mengagungkannya sehingga menghadap ke arahnya adalah untuk memikat hati mereka agar mereka senang melaksanakan sholat dengan menghadap kepadanya, dan Rosululloh SAW juga senang mengajak mereka ke agama Islam, semua pengertian di atas mungkin diterima karena tidak ada pertentangan di dalamnya, dalam ayat ini disebutkan: “Kiblat yang kamu sukai” maksudnya adalah adanya kecintaan Rosululloh SAW pada Ka’bah untuk menjadi kiblat namun bukan berarti beliau tidak suka pada kiblat yang pertama. {2}

Dalam kitab ini disebutkan riwayat dari Ibn Abbas bahwa ia berkata: "Baitulloh secara keseluruhannya adalah kiblat dan kiblat darinya adalah pintunya, sedangkan Baitulloh adalah kiblat bagi orang-orang yang ada di Masjidil Haram, sementara Masjidil Haram adalah kiblat bagi penduduk tanah suci, dan tanah suci (Mekkah) adalah kiblat bagi seluruh penduduk Bumi." Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan para sahabat Nabi SAW: "Bahwasanya tanah suci Mekkah adalah kiblat bagi seluruh penduduk Bumi yang jauh dari Mekkah." {3}

Beberapa Ulama’ tahqiq mengatakan: Di antara kesempurnaan (akhlak) Rosululloh SAW adalah bahwa beliau memilih untuk menunggu (wahyu dari Alloh tentang perubahan kiblat) dan tidak memintanya, sisi inilah yang disukai oleh Alloh, Ia pun kemudian memberikan apa yang beliau inginkan. {4}

Penulis kitab Al-Manar menukil dari gurunya Muhammad Abduh bahwa ia berkata: Sangat memungkinkan (penyebab dari keinginan beliau SAW untuk berkiblat ke Ka’bah adalah karena) beliau rindu kepada kiblat Ibrahim AS sebagaimana beliau datang untuk menghidupkan kembali dan memperbarui dakwah Ibrahim, dan keinginan beliau ini tidak dianggap sebagai ketidak senangan terhadap perintah Alloh dan mengutamakan keinginan beliau sendiri. Tidak demikian! Karena sesungguhnya keinginan para Nabi tidak dianggap sebagai penentangan terhadap perintah Alloh SWT atau persetujuan terhadap keinginan-Nya, tapi derajatnya lebih detail dan samar yakni bahwa jiwa Nabi SAW telah terisi agama secara ringkas sebelum wahyu turun kepadanya dengan merinci permasalahan-permasalahannya. {5}

Dalam Al-Kasyaf disebutkan bahwa Rosululloh SAW mengharapkan Tuhan nya untuk merubah kiblat ke Ka’bah karena ia adalah kiblat kakeknya Ibrahim AS dan supaya lebih mudah mengajak bangsa Arab untuk beriman karena Ka’bah adalah kebanggaan mereka dan tempat yang sering mereka kunjungi dan tempat mereka thowaf, dan untuk membedakan identitas dengan bangsa Yahudi, Jibril AS pun turun dengan membawakan wahyu tentang perubahan kiblat (dan Alloh memberikan apa yang beliau inginkan). {6}

Waktu Perubahan Kiblat:

Berkaitan dengan waktu terjadinya perubahan kiblat disebutkan bahwa hal itu terjadi pada bulan Rajab setelah tergelincirnya Matahari pada saat Rosululloh SAW sedang melaksanakan sholat bersama para sahabatnya di masjid Bani Salamah, di sana beliau SAW melaksanakan solat dzuhur baru dua roka'at kemudian beliau SAW berpindah dalam sholatnya dan menghadap ke arah saluran air, setelah itu jamaa’ah beliau yang laki-laki menggantikan tempat para wanita dan yang wanita menggantikan tempat laki-laki, masjid ini dinamakan dengan Masjid Qiblatain (Dua Kiblat ). {7}

Diriwayatkan dari At-Thabrasi dari Imam Shadiq AS beliau berkata: Kiblat telah berubah ke Ka’bah setelah Rosululloh SAW melaksanakan sholat di Mekkah dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsho) selama dua puluh tiga tahun. Dan setelah beliau hijrah ke Madinah beliau sholat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama tujuh bulan, Imam melanjutkan: Kemudian Alloh menghadapkan beliau ke Ka’bah, hal itu adalah karena bangsa Yahudi telah mengejek Rosululloh SAW dan berkata: Engkau mengikuti kami, kamu sholat dengan menghadap ke arah kiblat kami, hal itu membuat Rosul SAW sangat sedih, beliau kemudian keluar di tengah malam memandang ke langit dan menunggu titah dari Alloh berkaitan dengan hal itu, ketika memasuki waktu pagi dan tiba waktu solat dzuhur beliau pergi ke masjid Bani Salim (Salamah), saat beliau SAW telah melaksanakan sholat dzuhur dua rokaat tiba-tiba Jibril AS turun memegang kedua lengan beliau sembari memalingkan beliau ke arah Ka’bah dan menurunkan ayat berikut kepada beliau:

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.

Pada saat itu Rosul SAW melaksanakan sholat dua rokaat dengan menghadap ke Baitul Maqdis dan dua rokaat dengan menghadap ke Ka’bah. Maka kaum Yahudi dan orang-orang dungu berkata:

“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat mereka (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya?” (Qs. Al-Baqoroh: 142) {8}

Diriwayatkan dari Imam Hasan Al-Askari AS bahwa satu kaum dari bangsa Yahudi mendatangi Rosululloh SAW mereka berkata: Wahai Muhammad, engkau telah melaksanakan sholat selama dua puluh empat tahun dengan menghadap ke kiblat kami ini (Baitul Maqdis), kemudian engkau sekarang meninggalkannya, apakah yang telah kamu lakukan itu adalah kebenaran (berkiblat ke Baitul Maqdis) lalu (mengapa) engkau meninggalkannya dan memilih kebathilan, ataukah ia merupakan kebathilan namun (mengapa) engkau melakukannya selama ini, lalu apa yang bisa membuat kami percaya bahwa engkau sekarang tidak berada dalam kebathilan?
Rasul SAW menjawab: Hal itu adalah benar dan ini juga benar, Alloh SWT berfirman:

“Katakanlah: “Kepunyaan Alloh-lah Timur dan Barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (Qs. Al-Baqoroh: 142)

Jika Alloh mengetahui kebaikan bagi kalian dengan menghadap ke arah Timur niscaya Ia telah memerintahkan kalian untuk melakukannya dan jika Alloh mengetahui adanya kebaikan bagi kalian dengan menghadap ke arah Barat niscaya Ia telah memerintahkannya pula, dan apabila Alloh mengetahui bahwa kebaikan bagi kalian bukan pada keduanya, niscaya Ia telah memerintahkan kalian untuk tidak menghadap pada keduanya, maka janganlah kalian mengingkari pengaturan Alloh kepada hamba-hamba-Nya dan keinginan-Nya untuk memberikan yang terbaik kepada kalian. {9}

Hikmah Dari Perubahan Kiblat:

Seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al-Askari AS: Wahai putra Rosululloh, mengapa Alloh SWT memerintahkan untuk menghadap ke kiblat yang pertama? Beliau menjawab: Alasannya adalah sebagaimana yang di firmankan Alloh Azza Wa Jalla:

“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang dahulu menjadi kiblatmu (Baitul Maqdis) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul dan siapa yang membelot.” (Qs. Al-Baqoroh: 143)

Tujuannya adalah untuk mengetahui (membuktikan) bahwa itu benar-benar terjadi dan Alloh telah mengetahuinya bahwa hal itu akan terjadi (itmamul hujjah). Hal itu adalah karena penduduk Mekkah sangat mencintai Ka’bah maka Alloh ingin membuktikan siapa yang mengikuti Muhammad dan siapa yang menentangnya dengan menghadap ke kiblat yang tidak mereka sukai (Baitul Maqdis), sedang Muhammad adalah orang yang memerintahkannya. Sementara saat penduduk Madinah suka menghadap ke Baitul Maqdis, Alloh memerintahkan untuk berpaling darinya dan menghadap ke Ka’bah untuk membuktikan siapa yang tetap taat kepada Muhammad dalam hal yang tidak ia sukai. Kemudian Alloh SWT berfirman:

“Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alloh.” (Qs. Al-Baqoroh: 143)

Sesungguhnya perintah menghadap ke Baitul Maqdis pada waktu itu terasa sangat berat bagi mereka kecuali bagi orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Alloh, maka mereka memahami bahwa terkadang Alloh disembah dengan cara yang berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh seorang hamba untuk menguji ketaatannya saat harus melakukan hal yang bertentangan dengan keinginannya. {10}

Berkaitan dengan hikmah pemindahan kiblat dan diistimewakannya kaum muslimin dengan kiblat yang khusus untuk mereka Sayyid Quthbi mengatakan: Ini adalah kejadian yang agung dalam sejarah umat Islam dan di dalamnya terdapat pengaruh yang jelas dalam kehidupan mereka. Pertama kiblat berubah dari Ka’bah ke Masjidil Aqsha adalah karena adanya hikmah pendidikan di dalamnya hal ini ditunjukkan oleh ayat; Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang dahulu menjadi kiblatmu (Baitul Maqdis) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul dan siapa yang membelot.

Dahulu pada masa jahiliyah bangsa Arab sangat mengagungkan Baitul Haram dan menganggapnya sebagai simbol kemuliaan mereka. Islam ingin memurnikan hati mereka hanya untuk Alloh dan mengosongkannya dari keterkaitan kepada selain-Nya. Serta menyelamatkannya dari setiap kelompok dan golongan non-Islam. Mulanya Alloh memindahkan kiblat mereka dari Baitul Haram dan memilih Masjidil Aqsha untuk menjadi kiblat mereka sementara waktu, untuk mensucikan hati mereka kotoran-kotoran jahiliyah dan dari segala hal yang berkaitan dengannya di masa jahiliyah dan untuk mengungkap siapa yang mengikuti Rosul dengan penuh ketaatan, kesetiaan, dan kerelaan. Dan siapa yang berbelot dan tetap berbangga dengan kejahiliyahan mereka yang berkaitan dengan ras, bangsa, tanah air dan sejarah mereka.

Dan ketika kaum Muslimin telah berserah diri (kepada Alloh) dan menghadap ke arah kiblat (Masjidil Aqsha) yang diperintahkan oleh Rosulullah SAW pada waktu yang sama kaum Yahudi mulai mengejek dan menganggap hal ini sebagai hujjah bagi mereka. Lalu muncul titah Tuhan untuk kembali menghadap ke Masjidil Haram namun disertai dengan hakikat lain yang ditanamkan dalam jiwa kaum muslimin yakni hakikat Islam, hakikat bahwa rumah ini adalah tempat yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail hanya untuk Alloh dan untuk menjadi warisan umat Islam yang muncul setelahnya sebagai jawaban dari doa Ibrahim kepada Tuhannya untuk mengutus seorang Rosul dari kalangan mereka yang mengajak kepada Islam yang (dahulu juga) ia tegakkan bersama putera dan para pengikutnya. {11}

Terjadinya perubahan kiblat kaum muslimin ke Masjidil Haram yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta adanya doa keduanya tersebut menunjukkan bahwa menghadap ke Masjidil Haram itu adalah hal yang alami, logis dan merupakan warisan turun-temurunan kaum muslimin dari agama Ibrahim serta sesuai dengan perjanjian Ibrahim dengan Tuhannya.

Dan alasan kaum muslimin sementara waktu diperintahkan untuk menghadap ke Masjidil Aqsha yang juga menjadi kiblat bangsa Yahudi dan Nasrani, itu adalah karena adanya hikmah khusus yang ditunjukkan oleh ayat: (agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rosul) dan ketika Alloh menghendaki untuk menyerahkan warisan (Ibrahim) kepada umat muslim, datanglah perintah perubahan kiblat: yakni perubahan kiblat ke rumah Alloh yang pertama yang dibangun oleh Ibrahim untuk membedakan kaum muslimin dengan keistimewaan warisan yang bersifat emosional, warisan agama, warisan kiblat, dan warisan kebaikan dari Alloh. Hal ini adalah karena peng-khususan dan perbedaan adalah hal yang penting bagi kaum muslimin. {12}

{1} Jilid 1, Hal. 328

{2} Jilid 1, Hal. 227

{3} Ibid

{4} Al-Manar, Jilid 2, Hal. 15

{5} Ibid, Hal. 14

{6} Jilid 1, Hal. 202

{7} Ibid

{8} Tafsir Al-Burhan, Jilid 1, Hal. 340

{9} Nur ats-Tsaqalain, Jilid 1, Hal. 112

{10} Hadits Nur Ats-Tsaqalain, Jilid 1, Hal. 114

{11} Tafsir Quthbi, Jilid 1, Hal. 174

{12} Ibid, Hal 175

Tidak ada komentar:

Posting Komentar