Selasa, 20 Juni 2017

MENGAMALKAN ISLAM YANG RAHMATAN LIL 'ALAMIN

Dalam mengamalkan Islam yang rahmatan lil 'alamin seorang muslim haruslah memegang teguh satu sifat ukhuwah (persaudaraan). Entah itu ukhuwah Islamiyah, yaitu persaudaraan sesama muslim yang diikat dengan tali akidah iman kepada Alloh Yang Maha Esa.
Sebagaimana Hadits shohih riwayat Al-Bukhari dan Imam Muslim yang berbunyi:
"Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan."

Numun, jika kita pahami sekali lagi agama Islam, maka sesungguhnya kita dapati didalam ajaran Islam, kita sebagai umatnya haruslah memiliki tenggang rasa antar sesama manusia agar terciptanya toleransi. Tanpa memandang adanya perbedaan. Meskipun kita sebagai manusia tidak mungkin menafikan hal itu, dan secara lahiriyah kita dengan manusia lainnya memanglah berbeda-beda ras, suku, bangsa, adat, dan budaya. Namun secara kesadaran penuh kita diberikan nikmat karunia ilmu oleh Alloh SWT. Dan di ajarkan di dalam Islam tidak perlu membeda-bedakan apa-apa yang menjadi perbedaan, karena perbedaan datangnya hanya pada sisi Alloh dan kita sadari penuh sebagai umat muslim. Semua diciptakan oleh Dzat yang Satu, Tunggal, dan Esa. Yaitu Alloh Aza wa Jalla.
Itulah yang disebut sebagai ukhuwah insaniyah. Kita merasa dengan kesadaran penuh, dan mengakui bahwa seluruh umat manusia didunia ini adalah saudara kita. Maka tidak ada perbedaan yang menjadi dasarnya untuk saling bermusuhan, karena tidak ada satu manusiapun yang akan hidup dalam keabadian di dunia ini.

Dengan mengamalkan kedua rasa ukhuwah tersebut. Maka akan lahirlah ukhuwah wathoniyah. Yaitu, saling menjaga kerukunan antar umat beragama. Dan membiasakan rasa saling menghormati perbedaan yang ada didalam kepercayaan masing-masing.
Karena perintah dakwah di dalam Al-Qur'an tidak di benarkan dengan paksaan. Kita tilik kembali sejarah Wali 9 dahulu meng-Islamkan Nusantara adalah dengan akulturasi budaya. Budaya masyarakat ketika itu apa, maka disisipi dengan ajaran agama. Karena perintah dakwah pun tidak bisa di maknai sepihak bil lisan (dengan lisan), namun dakwah yang paling cerdas dan nilainya paling tinggi pada sisi Alloh adalah dakwah bil hal (dengan perbuatan). Karena masuk ke dalam Islam Alloh SWT tidak meridhoi dengan cara paksaan. Jika memang demikian, tentu Baginda Nabi (Agung) Muhammad Shollollohu 'Alaihi Wasallam pasti sudah memaksa pamannya untuk masuk Islam. Namun Alloh jelaskan di dalam ayat Nya bahwa datangnya karunia hidayah adalah hanya pada sisi Alloh. Dari situ kita sadari bahkan Nabi (Agung) Muhammad SAW tidak dapat memberikan hidayah. Apalagi kita yang menjadi umatnya?

"Sesungguhnya kamu adalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka." { QS. Al-Ghôsyiyah: 21-22}

Dari ketiga hal diatas, penulis (sang Sufi Muda) dapati dengan mata bathin bahwa yang paling penting dan utama yang menjadi kunci adalah menjaga ukhuwah insaniyah yang harus dimulai dari diri sendiri. Dari skala yang terkecil yang dimulai dari diri sendiri maka dengan sendirinya akan mencangkup skala yang lebih besar.

Karena menurut hemat saya, rasa ukhuwah yang seharusnya dijaga kini sudah mulai terabaikan karena sudah dinodai oleh kepentingan-kepentingan dunia. Sebagian orang lebih memilih dunia yang memang seperti memiliki pesona yang tidak bisa mereka tolak dengan akal. Karena akal itu sesungguhnya hanya akan menciptakan halusinasi-halusinasi yang indah tentang bayangan kehidupan di dunia ini.
Yang lebih mengerikan dalam pandangan saya adalah, ketika norma-norma ukhuwah bukan hanya tidak lagi di amalkan, namun rusaknya moral atau akhlak setiap diri manusia karena sudah terimplikasi oleh perkembangan jaman dan menjadikannya cenderung mengikuti irama kenikmatan yang di tawarkan dunia. Sehingga kian hari agama tidaklah menjadi penting dalam kehidupan ini. Ajaran agama dirusak oleh berbagai ideologi kepentingan dunia, karena demi jabatan dan kekuasaan. Maka saat itulah, manusia itu buta akan dirinya bahwa kekuasaan ini hanyalah milik Alloh. Itulah kengerian kita umat akhir zaman ini. Memang saat ini, dunia ini nyata dan negeri akhirat hanyalah dongeng belaka, namun ketika kita sudah mati! Maka negeri akhirat adalah kenyataan dan dunia hanyalah cerita.

Maka ikhwal, sebaliknya jika kita mampu mengamalkan ketiga hal tersebut diatas, maka kita tentu (pasti) akan menjadi pribadi yang dicintai oleh Alloh dan Rosul Nya. Karena telah menjalankan kehidupan ini dengan penuh amanah dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Alloh. Diri kita sebagai hamba Alloh, pelayan Alloh. Maka janganlah menjadi pelayan dunia dan hamba dunia.

Itulah sekiranya gambaran Islam yang rahmatan lil 'alamin, haruslah dimulai dari diri kita sendiri. Amar ma'ruf nahi munkar tidak akan tegak di bumi Alloh tanpa dimulai dari diri sendiri.

"Tidak ada alasan untuk berbuat dosa karena kita hidup di bumi Alloh dan hanya akan kembali kepada Nya. Dan tidak ada yang bertanggung jawab atas diri kita kecuali diri kita sendiri, silahkan berbuat dosa dan lakukanlah maksiat sebanyak mungkin, puaskanlah hatimu jika memang dirimu mampu memikul beratnya siksa dan murka Alloh."
(#SufiMuda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar