PENGERTIAN HABAIB MENURUT GUSDUR KH Abdurahman Wahid DIAMBIL DIPENGAJIAN Ciganjur JAKARTA SELATAN Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali Songo khususnya di negara Indonesia kita ini. Habaib adalah cucu Nabi Muhammad SAW dari putri Nabi Muhammad SAW bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana yang tertera di dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini: "Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku" Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang putra yang bernama Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein , dan dari keduanya memiliki keturunan sampai hari kiamat. Dari garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal keturunannya yaitu Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina Husein seperti yang disebut Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Sheikh Abu Bakar dan banyak lainnya, semuanya disebut Habaib. Habaib adalah penerus mutlak dari cucu Nabi Muhammad SAW, Panas seluruh dunia diakui oleh pengetahuan rata-rata anggota Sunnah Wal Jama'ah dan lebih ditujukan kepada Imam Syafi'i, rata-ratanya berasal dari Yaman. Ilmu-Nya diterima secara luas dan diterima oleh masyarakat dunia, terutama di Indonesia. Di Hadromut (Yaman Selatan) kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang bukunya banyak digunakan oleh para ilmuwan dari seluruh dunia, terutama di Indonesia. Tulisan-tulisannya yang sering kita temukan dan ketahui adalah Nasahdiniyah yang berarti nasihat agama. Begitu banyak ilmu Nabi SAW disusun oleh habaib berdasarkan Alquran dan hadis. Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah wajib dan haram hukumnya membenci mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: "Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam surga dan barang siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan syafa'atku nanti di hari kiamat" Ingatlah mereka para longib seperti bintang para ahli langit yang dilindungi dan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah tanda keamanan bagi bangsanya, maka kita tidak aneh bila ada para habaib pengikut mereka atau pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru dunia karena mereka adalah karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai jalan menuju ridho Allah SWT dan tidak ada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib yang mengikuti kakek moyang dia dan salaf salafnya yang memancarkan kebenarannya di bumi ini. Judul / judul habib di Arab Indonesia secara khusus dikaitkan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah AzZahra dan Ali Bin Abi Thalib. Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah keturunan Husain bin Fatimah binti Muhammad. Diperkirakan di Indonesia ada 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak mendapatkan istilah ini. Di Indonesia, habib semua memiliki nenek moyang yang berasal dari Yaman. khususnya Hadramaut. Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki yang berhak mendapatkan gelar habib. Dalam perkembangannya, terutama di kalangan komunitas Muslim di Indonesia, gelar ini tidak hanya dimiliki oleh da'i dari Yaman saja, karena warga negara telah menghormati mereka sebagai pemimpin mereka terlepas dari asal usul keturunannya karena alasan untuk menjadi orang yang saleh tidak disebabkan oleh asal-usulnya. Selain itu, pelanggaran peraturan terjadi, dengan menggambar garis keturunan matrlineal (keturunan perempuan juga berhak atas "habib" ) Meskipun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad. Para habib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad. Kehormatan ini sangat terganggu oleh kelompok-kelompok anti-Sunnah yang menghubungkan hal ini dengan bid'ah. Habaib (jamak dari Habib) di Indonesia sangat mencerahkan dan pengetahuan tentang agama Islam. Ada banyak orang yang akhirnya memeluk Islam di tangan para Ahli Waris. Judul lain untuk habib adalah Sayyid. Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan untuk bangsawan (pemerintah) disebut Syarif / Syarifah. Para habib ditemukan di kelompok Sunni (firqoh).
Nanti pada akhirnya, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib)
Para ulama lamaib dan ulama NU adalah satu badan jika ada perselisihan yang bukan ulama NU dan meragukan bahwa ulama NU memusuhi ekstremis asal-usulnya, asal mula "orang NU dari habaib toh ....
Organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad Saw. di Indonesia, Rabithah Alawiyah, menilai banyak terjadi salah kaprah di masyarakat terkait sebutan habib. Ketua Umum Rabithah Alawiyah Sayyid Zen Umar bin Smith menyatakan bahwa fenomena itu perlu diluruskan.
Menurutnya, habib secara bahasa berarti keturunan Rasulullah yang dicintai. Adapun, habaib adalah kata jamak dari habib. Jadi tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut habib.
Keturunan Rasulullah dari Sayyidina Husein disebut sayyid, dan dari Sayyidina Hasan disebut assyarif. Hasan dan Husein merupakan putra Sayyida Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Thalib. Zen menjelaskan, di Indonesia para keturunan Rasullullah banyak yang berasal dari Husein. Maka banyak yang disebut sayyid.
Sementara keturunan-keturunan Hasan kebanyakan menjadi raja atau presiden seperti di Maroko, Jordania, dan kawasan Timur Tengah. Pertama kali ulama-ulama dari Yaman atau Hadramaut masuk ke Indonesia di beberapa daerah. Karena adanya akulturasi budaya, sebutan sayyid di Aceh berubah menjadi Said, di Sumatra Barat menjadi Sidi dan lain sebagainya.
Dia mengatakan, saat ini banyak orang yang mengaku sebagai seorang habib, padahal bukan. ‘Gelar’ habib, kata dia, tidak bisa disematkan kepada setiap sayyid. Setiap habib harus sayyid, tetapi sayyid belum tentu habib. Seorang sayyid, lanjutnya, tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah habib.
Pengakuan habib harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, harus memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara atau berhati-hati serta bertakwa kepada Allah.
Dan yang paling penting, lanjutnya, adalah akhlak yang baik. Sebab, bagaimanapun keteladanan akan dilihat orang lain. Seseorang akan menjadi habib atau dicintai orang kalau mempunyai keteladanan yang baik dalam tingkah lakunya. Maka, kata dia, menjadi aneh jika seseorang mengaku-ngaku dirinya adalah seorang habib.
Dari proses zaman ke zaman, orang akhirnya menamakan semua keturunan sayyid menjadi habib. “Padahal seharusnya tidak,” katanya. Artinya, kata dia, dari waktu yang cukup lama orang mengatakan mana habib dan mana yang sayyid, untuk membedakan bahwa habib adalah ulama-ulama.
Zen mencontohkan, di Jakarta ada Habib Ali bin Abdurrahman Kwitang, Habib Ali bin Husein Alatas di Cikini, Habib Abdullah bin Muchsin Alatas di Bogor dan lain-lain. Menurutnya, beberapa habib itulah sedikit contoh dari yang memang benar-benar habib dalam arti yang sebenarnya.
Seiring berjalannya waktu, lanjutnya, penyebutan habib terjadi degradasi kualitas. Panggilan habib lebih dijadikan sebagai panggilan keakraban atau panggilan kekerabatan. Sementara di sisi lain, banyak kalangan dari sayyid sendiri maupun dari kalangan habib sendiri ingin menggunakan gelar habib untuk dakwah.
“Tapi, akhirnya melenceng, mereka mentitelkan dirinya sendiri,” katanya kepada Republika saat ditemui di kantornya, Sabtu (11/10).
Saat ini, kata Zen, di seluruh dunia kurang lebih ada sekitar 68 qobilah (marga) dari keturunan Rasulullah, termasuk di Indonesia. Hanya saja, Rabithah Alawiyah masih melakukan proses pendataan secara detail berapa jumlah keturunan Nabi Muhammad yang ada di Indonesia.
“Jumlah persis kita belum tahu. Tapi estimasi kasar sekitar 1-1,5 juta orang dan saat ini proses verifikasi,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar