KISAH 1: MASA SEBELUM KELAHIRANNYA
Ayah dari Abu Yazid Al-Bustomi adalah penganut agama Zoroaster (Majusi). Ayahnya adalah seorang di antara orang-orang terkemuka di daerah Busthom.
Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula semenjak dalam kandungan ibunya.
Setiap kali sang ibu menyuap makanan yang di ragukan halal haramnya. Ibunya sering berkata kepada Abu Yazid saat dalam kandungannya, ”engkau yang berada di dalam perutku memberontak dan tidak mau berhenti memberontak, selagi makanan yang aku makan tidak dimuntahkan kembali”.
KISAH 2: BERBAKTI KEPADA IBUNYA
Setelah tiba waktunya, si ibu menghantar Abu Yazid ke Masjid. Abu Yazid mempelajari dan memperdalam Al-Qur'an. Pada suatu hari gurunya menjelaskan arti potongan ayat dari surah Al-Lukman yang berbunyi: ”Berterimakasihlah kepada Ku dan kepada kedua ibu bapa kamu”.
Ayat ini sangat menggentarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan berkata kepada gurunya, ”izinkan saya untuk pulang, ada sesuatu yang hendak saya sampaikan kepada ibuku”
Si guru memberi izin. Lalu Abu Yazid pulang ke rumahnya. Ibunya menyambutnya dengan berkata, ”thaifur, mengapa engkau pulang? Apakah engkau mendapat hadiah, atau ada sesuatu kejadian yang istimewa?”
”Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajian ku sampai pada ayat di mana Allah memerintahkan agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu. Tetapi aku tidak dapat mengurus dua buah rumah dalam waktu yang serentak/bersamaan. Ibu, ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Mintakanlah daku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang, atau serahkanlah aku kepada Allah semata-mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.
”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari semua kewajiban mu terhadap aku. Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba Allah”.
Di hari kemudian, Abu Yazid berkata:
”Kewajiban yang pada mula ku kira sebagai kewajiban paling mudah di antara yang lain-lainya, ternyata merupakan kewajiban yang paling utama. Yaitu kewajiban untuk berbakti kepada ibu ku. Di dalam berbakti kepada ibuku itulah ku perolehi segala sesuatu yang ku cari, yakni segala sesuatu yang hanya boleh difahami melalui tindakan disiplin diri dan pengabdian kepada Allah”.
Antara peristiwanya adalah sebagai berikut: Pada suatu malam ibu meminta air kepada ku. Maka aku pun pergi mengambilkannya, ternyata di dalam tempayan wadah air kami sedang tidak ada air. Ku lihat dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong jua. Oleh karena itu pergilah aku ke sungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, ternyata ibuku tengah tertidur. Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia meminum air yang ku bawa itu kemudian memberkati diriku dan mengusap keningku. Kemudian terlihatlah oleh ku betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:
”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu bertanya.
”Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, jawab ku.
Kemudian ibu berkata kepada ku: ”Biarkan saja pintu itu setengah terbuka”.
Maka sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan pesan ibuku. Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang sering kulakukan berkali-kali”.
Setelah si ibu menyerahkan anaknya kepada Allah, Abu Yazid meninggalkan Busthom, merantau dari satu negeri ke negeri yang lain selama 30 puluh tahun, dan dengan disiplin diri dengan terus berpuasa di siang hari dan bertaqorub kepada Allah sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memperoleh manfaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan.
KISAH 3: KEHEBATAN LELAKI SEJATI
“Tuan, sungguh engkau bisa berjalan di atas air!”, murid-muridnya berkata dengan penuh kekaguman kepada Abu Yazid.
“Itu bukanlah apa-apa. Sepotong kayu juga bisa”. Beliau menjawab.
“Tapi engkau juga bisa terbang di angkasa dan berjalan di udara.”
“Demikian juga burung-burung itu,” tunjuk Abu Yazid ke langit.
“Engkau juga mampu pergi ke Ka’bah dalam semalam.”
“Setiap seorang yang berkelana yang kuat pun akan mampu pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam,” jawab Abu Yazid. “Kalau begitu, apa kehebatan seorang lelaki sejati?” murid-muridnya ingin tahu.
“Lelaki sejati,” jawab Abu Yazid: “adalah mereka yang mampu melekatkan hatinya tidak kepada sesuatu pun selain Allah”.
KISAH 4: ABU YAZID PERGI BERHAJI
Seorang tokoh sufi besar, Abu Yazid Al-Busthomi suatu saat pergi haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. “Aku belum berhaji,” isaknya, “karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka’bah saja.”
Ia pun pergi haji pada peluang yang kedua berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Abu Yazid kembali menangis, “aku masih belum berhaji,” ucapnya masih di sela tangisan, “yang aku lihat hanya rumah Allah dan pemiliknya.”
Pada haji yang ketiga, Abu Yazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. “Karena kali ini,” ucap Abu Yazid, “aku tak melihat apa-apa kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala”.
KISAH 5: TAKUT MENGOTORI MASJID
Setiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al-Busthomi berdiri sebentar, kemudian tanpa adanya sebab beliau pun menangis.
“Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid?” Tanya seseorang suatu ketika.
Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid karena takut mengotorinya,” jawab Abu Yazid Al-Busthomi.
KISAH 6: JANGAN PERNAH MENYOMBONGKAN DIRI
Suatu ketika Abu Yazid Al-Busthomi sedang terduduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang yang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.
Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al-Busthomi tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seseorang yang bermata satu menunggangi unta dan berjalan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al-Busthomi melihat tanda-tanda ketaqwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar berhenti.
Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Busthom bersama Abu Yazid, benarkah begitu?
Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “dari mana asalmu?”
“Tak perlu kau tahu darimana aku." Jawab lelaki itu: "Kukatakan kepadamu bahwa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong di muka bumi ini kecuali Sang Pencipta Jagad Raya ini, yaitu Allah.”
Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.
KISAH 7: JALAN TERBAIK DALAM KEROHANIAN
Kepada Abu Yazid pernah ditanyakan, ”apakah yang terbaik bagi seseorang menusia di atas jalan kerohaniannya,”
”kebahagiaan yang merupakan bakat semenjak lahir”, jawab Abu Yazid.
”Bagaimana jika kebahagiaan seperti itu tidak ada?" Jawab Abu Yazid: "Maka tubuh badan yang sehat dan kuat”.
”Jika tidak memiliki tubuh badan yang sehat dan kuat?" Tanyanya lagi.
”Pendengaran yang tajam”. Jawab Abu Yazid.
”Jika tidak memiliki pendengaran yang tajam?”
”Hati yang mengetahui”. Jawab Abu Yazid.
"Jika tidak memiliki hati yang mengetahui?”
”Mata yang melihat”. Jawabnya lagi.
"Jika tidak memiliki mata yang melihat”.
”Kematian yang segera”. Jawab Abu Yazid.
KISAH 8: LUPA NAMA SANG MURID
Hampir setiap hari waktu Abu Yazid Al-Busthomi begitu asyik di habiskan dengan Allah. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama 30 tahun.
“Anakku siapakah namamu?” Tanya Abu Yazid kepada murid tersebut.
“Engkau suka mengolok-olokku, guru,” kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamu tetapi hampir setiap hari engkau menanyakan namaku.”
“Bukan aku mengolok-olokmu, anakku,” Kata Abu Yazid Al-Busthomi. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”
KISAH 9: ABU YAZID DENGAN SI GURU BESAR
Abu Yazid mendengar bahwa di suatu tempat tertentu terdapat seorang guru besar dalam bidang ilmu. Dari jauh ia datang untuk menemuinya. Ketika sudah dekat, Abu Yazid menyaksikan betapa guru besar yang termasyhur itu meludah ke arah kota Makkah, karena hal itu segera ia memutar langkahnya.
“Jika ia memang telah memperoleh semua kemajuan itu dari jalan Allah”,
Abu Yazid berkata mengenai guru tadi, “niscaya ia tidak akan melanggar hukum seperti yang telah dilakukannya tadi”.
KISAH 10: TAK PERNAH MELUDAH SEPANJANG HAYAT
Diriwayatkan bahwa rumah Abu Yazid hanya kira-kira 40 langkah dari sebuah Masjid, tetapi ia tidak pernah meludah ke arah jalan dan menghormati masjid tersebut. (Ilmu adab)
KISAH 11: PERJALANAN ABU YAZID KE KA'BAH
Perjalanan Abu Yazid menuju Ka'bah memakan waktu 12 tahun penuh. Hal ini, karena setiap kali berjumpa dengan seseorang pemberi khutbah, yang memberikan pengajaran di dalam perjalanannya itu, Abu Yazid segera membentangkan sejadahnya dan melakukan sholat sunat 2 raka'at.
Mengenai hal ini Abu Yazid berkata: ”Ka'bah bukanlah seperti serambi istana raja, tetapi suatu tempat yang dapat dikunjungi orang setiap saat”.
Akhirnya sampailah ia ke Ka'bah tetapi ia tak pergi ke Madinah pada tahun itu juga.
”Tidaklah wajar kunjungan ku ke Madinah hanya sebagai pelengkap sahaja”, Abu Yazid menjelaskan, ”aku akan mengenakan pakaian haji yang berbeda bila mengunjungi Madinah”.
Tahun berikutnya sekali lagi ia menunaikan ibadah haji. Ia mengenakan pakaian yang berbeda untuk setiap tahap perjalanannya sejak mulai menempuh padang pasir. Di sebuah pekan dalam perjalanan tersebut, suatu rombongan besar telah menjadi anak-anak muridnya dan ketika ia meninggalkan tanah suci, banyak orang yang mengikutinya.
”Siapakah orang-orang ini?”, ia bertanya sambil melihat ke belakang. “Mereka ingin berjalan bersamamu”, terdengar sebuah jawaban.
“Yaa Allah”, Abu Yazid memohon, “janganlah Engkau tutup penglihatan hamba-hamba Mu karena ku”.
Untuk menghilangkan kecintaan murid-murid tadi kepadanya dan agar diri nya tidak sampai menjadi penghalang bagi mereka, maka setelah selesai malakukan sholat subuh, Abu Yazid berseru kepada mereka: “sesungguhnya Aku adalah Tuhan mu, tiada Tuhan selain Aku dan karena itu sembahlah Aku”.
“Abu Yazid sudah gila!”, seru mereka kemudian meninggalkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar