Kamis, 16 Maret 2017

SEJARAH SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

Biografi Sultan Maulana Hasanudin:

Ikhwal muslim di mana saja yang semoga selalu dalam rohmat ampunan Alloh SWT. Dengan berbagai kesempatan yang baik ini saya ingin memberikan sedikit tentang versi sejarah kerajaan Banten, yaitu Sultan Maulana Hasanuddin Banten. 

Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah berpengaruh dalam penyebaran Islam di Banten, karena dia adalah seorang Sultan yang pertama kali menjadi penguasa di Kerajaan Islam di Banten, beliau mendirikan Kesultanan Banten, bahkan beliau mendapatkan gelar Pangeran Sabakingking atau Seda Kikin, gelar tersebut di persembahkan dari kakeknya yaitu Prabu Surasowan pada masa itu Prabu Surasowan menjabat menjadi Bupati di Banten.

Sultan Maulana Hasanuddin adalah putera dari Syaikh Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Djati) dan Nyi Kawunganten (Putri Prabu Surasowan), beliau adalah seorang Sultan yang mengerti dan memahami akan ekonomi dan politik ketika itu. 

Prabu Surasowan wafat, namun kini pemerintahan Banten di wariskan kepada anaknya, yaitu Arya Surajaya (Prabu Pucuk Umun), di mana pada saat itu Arya Surajaya menganut Agama Hindu, pada pemerintahan Arya Surajaya, Syaikh Syarif Hidayatulloh kembali ke Cirebon atas panggilan dari kepengurusan Bupati Cirebon, karena Pangeran Cakrabuana wafat, Lalu Syaikh Syarif Hidayatulloh di angkat menjadi Bupati di Cirebon sekaligus menjadi Susuhanan Jati. Sedangkan putranya, Hasanuddin memilih menjadi Guru Agama Islam di Banten, bahkan beliau di kenal memiliki banyak santri di wilayah Banten, lalu beliau mendapatkan gelar Syaikh dan menjadi Syaikh Hasanuddin. 

Meskipun beliau menetap di Banten, namun beliau tetap menjenguk sang Ayah di Cirebon untuk bersilahturahmi, setelah sering bersilahturahmi, beliau mendapatkan tugas dari ayahnya untuk meneruskan tugas sang ayah yaitu menyebarkan Agama Islam di wilayah Banten. 

"Putraku, Hasanuddin! Kini Engkau sudah dewasa. Pengetahuan akan agama mu pun sudah cukup mumpuni. Saatnya pengetahuan itu kau sebarkan kepada seluruh rakyat Banten," ujar Syaikh Syarif Hidayatulloh. 

"Baik, ayah," jawab Pangeran Hasanuddin seraya berpamitan kembali ke Banten. 

Setiba di Banten, Syaikh Maulana Hasanuddin melanjutkan misi dakwah ayahnya. Bersama para santrinya, beliau berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya, mulai dari Gunung Pulosari, Gunung Karang atau Gunung Lor, hingga ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. 

Pada masa pemerintahan Prabu Pucuk Umun, hubungan antara Prabu Pucuk Umun dan Sultan Maulana Hasanuddin sangatlah buruk yang mana hal itu tidak pahami oleh masyarakat, Prabu Pucuk Umun tetap bersih kukuh untuk mempertahankan Ajaran Sunda Wiwitan (agama Hindu sebagai agama resmi di Padjajaran) di Banten, namun tidak sedemikian dengan Syaikh Maulan Hasanuddin, ia terus melanjutkan dakwahnya dengan tanpa beban karena Alloh.

Namun pada saat itu Prabu Pucuk Umun menantang Syaikh Maulana Hasanuddin untuk berperang, namun bukan berperang untuk duel, namun beradu ayam, karena jika berperang secara duel akan menimbulkan korban yang banyak, itulah alasan Prabu Pucuk Umun mengapa berperang beradu ayam karena tidak ingin menimbulkan banyak korban masyarakat Banten ketika itu.

"Wahai, Mualana Hasanuddin. Jika kamu ingin menyebarkan Islam di daerah Banten, kalahkan dulu ayam jagoku! Jika kamu berhasil memenangkan pertarungan ini, jabatanku sebagai Bupati Banten Girang akan kuserahkan kepadamu. Tapi ingat, jika kamu yang kalah, maka kamu harus menghentikan dakwahmu itu," kata Prabu Pucuk Umun. 

"Baiklah, kalau itu yang Prabu inginkan. Hamba menerima tantangan itu," jawab Maulana Hasanuddin dengan tegas.

Prabu Pucuk Umun memilih tempat adu kesaktian ayam di Lereng Gunung Karang, karena di anggap sebagai tempat yang netral, pada waktu yang di tentukan kedua pihak pun beramai-ramai mendatangi lokasi, Prabu Pucuk Umun dan Syaikh Maulana Hasanuddin tidak hanya membawa ayam jago saja melainkan membawa tim untuk meramaikan dan menyaksikan pertarungan tersebut, bahkan pasukan satu sama lain membawa senjata, karena untuk menghadapi berbagai kemungkinan, Prabu Pucuk Umun membawa golok yang terselip di pinggangnya dan tombak yang di genggamnya, namun Syaikh Maulana Hasanuddin hanya membawa sebilah Keris Pusaka milik ayahnya yaitu Sunan gunung Djati yang di warisi kepada Syaikh Maulana Hasanuddin. 

Setiba di arena pertarungan, Prabu Pucuk Umun mengambil tempat di tepi utara arena dengan mengenakan pakaian hitam-hitam, rambut gondrong sampai leher, dan mengenakan ikat kepala. Sementara itu, Syaikh Maulana Hasanuddin tampak berdiri di sisi selatan arena dengan mengenakan jubah dan sorban putih di kepala. 

Sebelum pertarungan dimulai, kedua ayam jago dibawa ke tengah arena. Kedua ayam jago tersebut masih berada di dalam kandang anyaman bambu. Ayam jago milik Prabu Pucuk Umun telah diberi ajian otot kawat tulang besi dan di kedua tajinya dipasangi keris berbisa. Sementara ayam milik Syaikh Maulana Hasanuddin tidak dipasangi senjata apapun, tapi tubuhnya kebal terhadap senjata tajam. Ayam itu telah di mandikan dengan air sumur Masjid Agung Banten. Pada saat ayam itu di mandikan, di bacakan pula ayat-ayat suci Al-Qur'an. 

Konon menurut riwayat lain, ayam jago milik Syaikh Maulana Hasanuddin adalah penjelmaan salah seorang pengawal sekaligus penasehatnya yang bernama Syaikh Muhammad Saleh. Ia adalah murid Sunan Ampel dan tinggal di Gunung Santri di Bojonegara, Cilegon, Banten. Karena atas izin Alloh dan ketinggian ilmu yang telah di kuasai dan atas kehendak Alloh SWT, ia mengubah dirinya menjadi seekor ayam jago. 

Akhirnya pertarungan tersebut di mulai, dari kedua belah pihak saling memberikan semangat kepada jagoannya masing-masing. 

Tiba-tiba ayam jago Pucuk Umun jatuh terkulai di tanah dan meregang nyawa. Rupanya ayam jago itu terkena tendangan keras ayam jago Syaikh Maulana Hasanuddin. Para pendukung Pucuk Umun pun menjadi bungkam, sedangkan pendukung Syaikh Maulana Hasanuddin melompat kegirangan sambil meneriakkan: 

"Allohu Akbar! Hidup Syaikh Maulana Hasanuddin! Hidup Syari'at Islam!" 

Akhirnya, Syaikh Maulana Hasanuddin memenangkan pertandingan adu ayam itu. Prabu Pucuk Umun pun mengaku kalah. Ia kemudian mendekati Syaikh Maulana Hasanuddin untuk memberi ucapan selamat seraya menyerahkan golok dan tombaknya sebagai tanda pengakuan atas kekalahannya. Penyerahan kedua senjata pusaka juga berarti penyerahan kekuasaannya kepada Syaikh Maulana Hasanuddin atas Banten Girang. 

"Selamat, Maulana Hasanuddin! Sesuai dengan kesepakatan kita, maka kini engkau bebas melakukan dakwah Islam sekaligus menjadi penguasa di Banten Girang," ujar Prabu Pucuk Umun. 

Setelah itu, Prabu Pucuk Umun berpamitan. Ia bersama beberapa pengikutnya kemudian mengungsi ke Banten Selatan, tepatnya di Ujung Kulon atau ujung barat Pulau Jawa. Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Atas perintah Prabu Pucuk Umun, para pengikutnya diharapkan untuk menjaga dan mengelola kawasan yang berhutan lebat itu. Konon, merekalah cikal bakal orang Kanekes yang kini dikenal sebagai suku Baduy. 

Sedangkan para pengikut Prabu Pucuk Umun yang terdiri dari pendeta dan punggawa Kerajaan Padjajaran menyatakan masuk Islam di hadapan Syaikh Maulana Hasanuddin. Dengan demikian, semakin muluslah jalan bagi Syaikh Maulana Hasanuddin dalam menyebarkan dakwah Islam di Banten. Atas keberhasilan tersebut, ia kemudian diangkat oleh Sultan Demak sebagai Bupati Kadipaten Banten. Pusat pemerintahan semula di Banten Girang dipindahkan ke Banten Lor (Surosowan) yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa. 

Selanjutnya, karena keberhasilannya memimpin daerah itu dengan membawa kemajuan yang pesat di berbagai bidang, Kadipaten Banten kemudian diubah menjadi negara bagian Demak atau Kesultanan Banten dengan tetap mempertahankan Syaikh Maulana Hasanuddin sebagai Sultan pertama. 

Pada tahun sekitar 1526 M, Banten Pesisir berhasil direbut oleh Panglima Fadillah Khan dan pasukannya, Hasanudin diangkat menjadi Bupati Banten Pesisir, pada usia 48 tahun. Konon ketika terjadi huru hara, Hasanudin dibantu oleh beberapa pasukannya dari Banten Girang. Kelak di kemudian hari Banten Girang menggabungkan diri dengan wilayah Banten Pesisir, sehingga praktis Hasanudin menjadi penguasa Banten Pesisir dan Banten Girang. Hampir semua penduduk Banten beralih agama menganut Islam. Ia bernama Nobat Panembahan Hasanudin. 

Untuk memperkuat posisi pemerintahannya, Sultan Hasanudin membangun wilayah tersebut sebagai pusat pemerintahan dan administratif. Ia pun mendirikan Istana yang megah yang didberi nama Keraton Surasowan, mengambil nama kakeknya (Surasowan) yang sangat menyayanginya. Nama Keraton tersebut akhirnya berkembang menjadi nama pemerintah. Berita ini di abadikan di dalam prasasti tembaga berhuruf Arab yang dibuat oleh Sultan Abdul Nazar (1671-1687), nama resmi pemerintah Islam di Banten adalah Negeri Surasowan. 

Pada tahun 1568 M Susuhunan Jati Wafat, kemudian Penembahan Hasanuddin memproklamirkan Surasowan sebagai Negara yang merdeka, lepas dan kekuasaan Cirebon. Panembahan Hasanuddin menikah dengan putri Indrapura, kemudian memperoleh putera, bernama Maulana Yusuf. Kelak Maulana Yusuf menggantikan posisinya sebagai penguasa Banten. 

Selain Maulana Yusuf, Panembahan Hasanudin dari istrinya yang kedua, yaitu Ratu Ayu Kirana (puteri sulung Raden Patah Sultan Demak) yang juga sering disebut Ratu Mas Purnamasidi, Panembahan Hasanuddin memperoleh putera, diantaranya Ratu Winahon, kelak menjadi istri Tubagus Angke Bupati Jayakarta (Jakarta), dan Pangeran Arya, yang diangkat anak oleh bibinya, Ratu Kalinyamat, kemudian ia dikenal sebagai Pangeran Jepara. 

Kini Banten telah di akui di berbagai wilayah bahkan sampai ke daerah Eropa maupun Asia, Banten juga sempat di sebut sebagai Amsterdam karena Banten adalah pusat perdagangan terbesar, Banten juga terkenal akan kebudayaannya yang mencolok classic sangat mengundang para tamu untuk melihatnya. 

Teruslah belajar sejarah agar kita mengetahui sejarah. Dari sejarah kita besar dan dari sejarah kita dapat tumbuh dengan akhlak. Tahu sejarah sama saja tahu diri. Khususnya yang saat ini kita bahas adalah Perkembangan Sejarah Banten, karena melewati sejarah, anak cucu kita pasti akan bangga dengan kerja keras para Pahlawan khususnya di Banten. Semoga bermanfaat. 

Dihimpun dari berbagai sumber.


#SufiMuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar